Kamis, 12 Juli 2007

Singapura-PentagonPropaganda ‘Tersembunyi’ Menyudutkan Islam

Usai lebaran 1423 H, Singapura untuk ke sekian kalinya meluncurkan propaganda menyudutkan Islam dan gerakan Islam dengan kemasan kampanye antiterorisme. Propaganda diawali oleh pernyataan dari pendiri mantan PM Lee Kuan Yew. Melalui wawancara dengan majalah Far Eastern Econimic Review, Lee mengklaim ada 100 kelompok Islam radikal di Indonesia yang tumbuh subur era Pemerintahan Habibie dan kini menjadi sumber ancaman bagi stabilitas Asia Tenggara.
Kampanye senada, dengan bahasa yang berbeda, dilancarkan oleh Presiden Sellapan Ramanathan saat berkunjung ke Paus Johanes Paulus II di Istana Vatikan, Roma. Kemudian diikuti oleh Deputi PM dan Menteri Pertahanan Singapura Tony Tan di Manila, Filipina.
Misi propaganda itu dipuncaki oleh kunjungan Perdana Menteri Goh Tjok Tong ke Indonesia. Kepada Presiden Megawati Soekarnoputeri, Wapres Hamzah Haz, Ketua MPR Amien Rais dan tokoh seperti Ketua PP Muhammadiyah Syafii Maarif, Ketua PBNU Hasyim Muzadi, Nurcholish Madjid, Azyumardi Azra serta koordinator Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla, PM Singapura mengatakan berdasarkan penyelidikan di negaranya, operator Jemaah Islamiah (JI) ada di Indonesia. Jaringan JI ini amat luas dan memiliki anggota sedikitnya 5000 aktivis di Asia Tenggara. Sebagian besar mereka adalah mantan pengikut Darul Islam (DI) dan Negara Islam Indonesia (NII) yang berkembang era 1950-an dan 1960-an.
Jalinan keterkaitan Abubakar Basyir dengan Jemaah Islamiah secara panjang lebar disebut pada laporan International Crisis Group per 11 Desember 2002. Laporan setebal 50 halaman dan dan berjudul Backgrounder: How The Jemaah Islamiyah Terrorist Network Operates itu, ICG menulis, di Indonesia, Jemaah Islamiyah menyebar luas dari Aceh sampai Sumbawa dan bahkan Flores. Organisasi ini digerakkan oleh para alumni Pesantren Ngruki, veteran Perang Afghanistan, serta veteran konflik Poso dan Ambon, tetapi bukan anggota Laskar Jihad..
Awal 2002, kata Goh, aparatnya telah menangkap sejumlah orang yang diduga merencanakan peledakan di perwakilan Amerika dan Inggris di Singapura. ‘’Mereka mengaku anggota Jemaah Islamiah pimpinan Abubakar Baa'syir, amir Majelis Mujahidin Indonesia.’’ Klaim seperti ini sudah berkali-kali dibantah oleh pihak MMI maupun kalangan pengamat Indonesia. ''Jemaah Islamiah itu hanya ada dalam konteks istilah untuk komunitas yang menjadi obyek dakwah Islam, bukan berdiri secara oganisatoris.'' kata Irfan S Awwas, Ketua Lajnah Tanfidiziah MMI.
Umar Abduh, mantan aktivis NII, mengakui diantara faksi-faksi NII ada yang berhaluan keras. Tetapi, lanjutnya, ''Saya yakin Abubakar Baa'syir tidak pernah telibat dalam aksi peledakan. Dia keras dan teguH dalam prinsip, tapi tidak anarkis,'' jelasnya. Umar curiga pelaku berbagai aksi peledakan dan kekerasan lain adalah orang-orang yang direkrut, dibina dan dimanfaatkan intelijen. ''Jika ada jaminan keamanan, saya bisa buktikan itu sekaligus menghadirkan orang-orang yang didekati intelijen sekurang-kurangnya mereka yang dimanfaatkan dalam konflik di Ambon dan Poso,'' jelasnya dalam Kupas Tuntas TransTV
Bersamaan dengan kunjungan PM Goh Tjok Tong ke Indonesia, dari Washington bergulir berita bahwa markas besar Departemen Pertahanan AS (Pentagon) tengah mempertimbangkan untuk melakukan misi dan propaganda rahasia yang bertujuan untuk mempengaruhi opini publik dan pembuat kebijakan di negara-negara yang dinilai bersahabat dan netral.
Mengutip pernyataan pejabat senior Pentagon, The New York Times, menyebutkan bahwa proposal misi tersebut telah menyebabkan munculnya perdebatan panas di kalangan pemerintahan Presiden George W Bush. Perdebatan itu menyangkut apakah militer harus melakukan misi propaganda rahasia di negara bersahabat seperti Jerman yang diduga telah dijadikan tempat berkumpul para pelaku serangan 11 September, atau Pakistan yang hingga kini dinilai masih menjadi surga bagi para anggota Alqaidah.
Sejauh ini, menurut New York Times, Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld masih belum membuat keputusan apa pun menyangkut proposal itu. Tetapi, kalngan pengamat percaya itu bagian dari agenda operasi superintelijen Proactive, Preemptive Operations Group (P2OG) yang mencuat akhir Oktober 2002. Chris Floyd, kolomnis Moscow Times, propaganda itu merupakan lanjutan dari operasi PsyOp (psycological operation -red) yang diluncurkan pascatragedi 11 September.
Menurut laporan koran berpengaruh Amerika itu, salah satu program yang dibuat meliputi sebuah upaya untuk mendiskreditkan dan meruntuhkan pengaruh masjid dan sekolah-sekolah agama yang dinilai telah menjadi lahan pesemaian bagi munculnya sikap militan dan anti-AS di sejumlah negara.
Misi propaganda rahasia itu, kata pejabat itu, juga meliputi pendirian beberapa sekolah yang secara rahasia didanai AS untuk mengajarkan Islam yang inklusif, moderat dan toleran, termasuk menggambarkan secara simpatik bagaimana agama-agama dipraktikkan secara bebas di Amerika.
Seorang pejabat Pentagon menandaskan, ''perjuangan'' itu merupakan strategi komunikasi bagi negaranya untuk mengubah pandangan negatif dan nuansa anti-AS di sejumlah negara. ''Pesan-pesan yang ingin kami sampaikan diharapkan dapat berpengaruh dalam jangka waktu lama.''
Informasi ini juga dirilis oleh The Sydney Morning Herald. Tujuan utama dari misi rahasia itu adalah mengubah paradigma radikal menjadi moderat di kalangan umat, membangun simpati dan menghapus kecenderungan serta sentimen anti-AS di banyak negara. Utamanya di kawasan Asia, Timur Tengah dan Eropa. Misi dan propaganda rahasia itu umumnya berupa program-program untuk:
- mendiskreditkan dan meruntuhkan pengaruh masjid dan sekolah Islam
- mendirikan sekolah yang didanai AS
- mengajarkan Islam seperti di AS
Upaya propaganda yang mengundang perdebatan di Kongres AS sebenarnya bukanlah yang pertama digagas Rumsfeld. Pada Februari 2002, Dia telah membangun unit Office of Strategic Influence (OSI) yang menangani operasi PsyOp. Tugas OSI adalah menyiapkan berita-berita palsu dan bohong kepaga media massa untuk mempengaruhi sentimen publik. Rumsfeld rupanya tidak puas dengan kerja OSI yang menurutnya belum efektif menjadi pengarah opini dunia. Banyak kalangan setuju menghidupkan kembali fungsi militer dalam menggelar operasi informasidan public relations di negara-negara seperti Kolombia, Filipina, Bosnis dan negara-negara yang mau bersahabat dengan militer AS. Untuk negara seperti Irak, AS malah menyiapkan propaganda lewat pembukaan siaran radiao, penyebaran brosur dan leaflet untuk mempengaruhi moral tentara dan masyarakat Irak.
Tetapi, sebagian kalangan tidak setuju jika operasi informasi dipeang militer. Ada pandangan sipil lebih mudah dan bisa diterima. Juga tak gampang dicurigai. Ada kalanganyang mengaku sedih munculnya usulan yang membolehkan militer membayar wartawan untuk menulis berita dan laporan-laporan yang mendukung kebijakan dan kepentingan AS. Untuk mendukung programinim, Dephan telah mengusulkan amandemen peraturan ‘‘3600.1: Information Operations,’‘ yang memberi legalitas pada Pentagon dalam tahun-tahun mendatang.
Taktik menyebar informasi secara agresif juga ditujukan untuk mempengaruhi para pengambil kebijakan. Tak hanya negara sahabat, tapi juga negara netral. Kalangan pejabat terkait mengenalnya sebagai program IO yang dibedakan dalam tiga katagori. IO masa damai, IO masa krisis, dan IO masa konflik.
Rencana itu didukung oleh anggota Kongres Henry J Hyde, wakil dari Partai Republik di Negara Bagian Illinois. Ketua Komite Hubungan Internasional ini juga mengaku sepakat dengan anggaran US$255 juta untuk usaha diplomasi publik Deplu dan mereorganisasi aktivitas siaran internasional.
Jubir Gedung Putih Ari Fleischer mengakui adanya rencana rahasia itu. Menurutnya, ''Kami memang berusaha keras untuk memperbaiki cara berkomunikasi lebih baik dalam menyampaikan pesan-pesan berisi harapan, kesempatan dan peluangnya.'' Tetapi, kata dia, itu tidak berarti bahwa Presiden Bush menyetujui upaya membohongi publik. Presiden malah ingin semuanya berdasarkan fakta.''
Menanggapi rencana tersebut, Wakil Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengatakan hal itu bukan suatu yang mustahil. ''Banyak pihak yakin bahwa memang pemerintah Amerika Serikat tidak ingin melihat dunia Islam bangkit. Apalagi kini sudah terlihat perang melawan terorisme yang dikobarkan pemerintah Amerika Serikat telah gagal dan malah hanya melahirkan teroris baru,'' kata Din di Jakarta.
Menurut Din, pemerintah AS perlu berpikir panjang. ''Bila itu akan dilakukan maka hasilnya akan kontraproduktif. Konflik baru juga akan terbuka,'' ujarnya. Di tempat terpisah Ketua PB NU, Salahuddin Wahid, menilai selama ini pemerintah AS salah lihat dan gagal membedakan mana sikap benci dengan sikap tidak suka terhadap perilaku pemerintahnya.
''Yang kami tidak suka adalah perilakunya, bukan Amerikanya. Islam tidak pernah benci kepada Amerika. Dan Islam melarang dengan keras tindak kekerasan,'' kata Salahuddin. Ia berharap umat Islam tak perlu terpancing dengan berita itu. ''Keadaan kita sedang sulit, janganlah terpancing akan berita ini. Yang penting kita tunjukan saja bahwa Islam tidak seperti yang mereka sangkakan,'' katanya.
Anggota Komisi I DPR, Djoko Susilo, tidak yakin AS akan melakukan propaganda yang dinilainya sangat bodoh dan merugikan AS sendiri. ''Saya tidak yakin berani mereka lakukan. Karena propaganda seperti itu sangat bodoh dan ngawur kalau sampai dilakukan Amerika,'' ujar Djoko.
Secara tidak langsung, AS telah melakukan misi propaganda rahasia di Indonesia. Negara adidaya itu mengucurkan dana besar bagi tokoh maupun organisasi. Majalah Harkat edisi Agustus 2001 menulis pengakuan seorang tokoh LSM keagaamaan yang memperoleh dana dari Ford Foundation (LSM AS). ''Mereka pernah tersinggung dan memarahi kami karena menulis kapitalisme global,'' katanya.
Sudah bukan rahasia, sejumlah Ormas 'berlogo' Islam -- antara lain Jaringan Islam Liberal, P3M dan Lakpesdam NU -- kerap mendapat kucuran dana dari lembaga donor AS. Sejumlah kajian, riset, dikusi panel maupun survey keagamaan dan kemasyarakatan yang dilakukan oleh ormas tertentu juga biasa dibiayai lembaga donor asing yang memang punya misi mendangkalkan aqidah umat, mempersempit medan dakwah, atau sekedar menimbulkan keragu-raguan kaum muslim terhadap sejumlah prinsip dan tuntutan agamanya yang sebetulnya sudah baku. Belum lagi berbagai kegiatan yang dikemas atasnama membina hubungan antariman dan perdamaian agama-agama dunia.



My Biodatas

Dedi Junaedi bin Supandi bin Chandra (Dedi J.S. Chandra) lahir di Kuningan, Jawa Barat, 13 Juni 1965, dari keluarga petani pasangan H Ahmad Supandi-Hj Saodah. Anak ke-4 dari tujuh bersaudara ini menamatkan SD-SMP di Desa/Kecamatan Ciwaru, sekolah menengah di SMAN 2 Kuningan, kemudian pada 1984 masuk Institut Pertanian Bogor lewat jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan [PMDK]. Dia lulus sebagai sarjana teknologi pangan tahun 1988 dari Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor.
Sebelum terjun di arena jurnalistik, dia pernah mengajar kimia di Lembaga Pendidikan Pra-Universitas TEKNOS Jakarta [1987-1988] dan Supervisor Produksi di PT Alfindo Putra Setia [AdeS] Cibinong 1988-1990. Sewaktu bekerja di AdeS, dia ikut Kursus Singkat Jurnalistik pada Lembaga Pers Dr Soetomo Jakarta selama tiga bulan. Dari sini kemudian masuk harian Pelita sebagai wartawan [1990-1993] dan redaktur iptek [1992-1993]. Selanjutnya dia bergabung dengan Harian Umum Republika per 20 Februari 1993 sampai sekarang. Mula-mula dia menjadi wartawan ekbis, kemudian menjadi wartawan dan redaktur Iptek. Selanjutnya dia menjadi redaktur opini, suplemen TrendTek, griya dan busana, kemudian kordesk pendidikan, kesehatan dan iptek, serta kordesk Republika Minggu sampai Juli 2001. Berikutnya dia ditugaskan sebagai Koordinator Redaksi di Republika Online selama setahun, kemudian kembali ditarik ke Republika cetak sebagai koordinator halaman luar dan Republika Minggu. Setelah keluar dari Republika per 21 Juni 2003, dia kemudian bergabung dengan majalah Suara Hidayatullah dan majalah dMaestro sampai kemudian menjadi pemimpin redaksi majalah Inspiring per Juli 2007.
Sepanjang karir jurnalistiknya, dia pernah beberapa kali meraih penghargaan. Antara lain juara I dan II Lomba Karya Tulis Ilmiah Populer Ristek/DRN pada 1993 dan 1995, juara II Lomba Karya Tulis Teknologi Perbankan 1996, Juara II Kuis Komputeria HP-SCTV, juara III Lomba Karya Tulis Teknologi Informatika Infokomputer-RCTI 1997, Juara IV Lomba Tulis Teknologi Telekomunikasi dan Informatika Indosat 1997, serta juara I Lomba Tulis Teknologi Printer HP 1998 dan 1999.
Menulis adalah bagian dari obsesinya sejak kuliah. Tapi, kesibukan dan rutinitas sebagai wartawan harian membuat langkahnya tersendat, meskipun peluang dan tawaran sebenarnya ada. Tahun 1993, ketika artikelnya ‘Menghidupkan Kembali DNA Purba’ dinyatakan sebagai pemenang Lomba Karya Tulis Ilmiah Populer Ristek 1993, Prof Dr BJ Habibie [waktu itu Menristek] pernah menyuruhnya untuk terus mengembangkan diri sebagai sciences writer dengan mulai menulis buku.
Sebelum menulis buku biografi Anton Apriyantono, Pemimpin Bersahaja Sahabat Petani, Dedi Junaedi pernah menyusun tiga buku: Konspirasi di Balik Bom Bali (Rabbani Press, Januari 2003), Agenda Tersembunyi Tragedi WTC (PT Globalmedia Mahardika pada Desember 2001), serta buku Klinik Komputer yang diterbitkan bersama Tutang [Puslitbang Bioteknologi LIPI] pada 1998.