Jumat, 16 September 2016

Wakalah, Hiwalah dan Kafalahah, Hiwalah dan Kafalah

Oleh Dedi Junaedi
Dosen Ekonomi dan Keuangan Syariah INAIS

I. PENDAHULUAN
Sejatinya, Islam adalah agama yang sempurna. Dengan itu, Islam telah mengatur cara hidup manusia dengan sistem yang serba lengkap, termasuk mengatur norma dan prinsip dasar masalah muamalah dengan sesamanya dalam semua aspek kehidupan. Misi dan nilai-nilai Islam juga bersifat universal sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Para ulama' dan fuqaha' terdahulu telah membuat perbahasan mengenai mu'amalat-mu'amalat manusia yang berlaku pada zaman mereka. Hasil ijtihad mereka kemudian menjadi rujukan para ulama kemudian hingga ulama mutakhirin sekarag dalam beristinbat bahkan berijtihad untuk menentukan hukum-hakam syarak yang aktual sesuai dengan tntutan dan realitas zaman kekinian.
Mereka, para ulama, telah membuat perbahasan mengenai berbagai bentuk ketentuan, prinsip dasar dan aqad aneka transaksi muamalah. Mulai dari transaksi jual-beli (tijarah), musyarakah, mudharabah/qiradh, ijarah, wadiah, murabahah, salam, rahn, hiwalah, Wakalah dan mu'amalat-mu'amalat yang lainnya yang muncul pada zaman mereka.
Ragam kerja dan aktivitas mu'amalat manusia tidak pernah terhenti pada satu tahap. Dari waktu ke waktu, selalu muncul pelbagai macam kegiatan mu'amalah baru. Seiring perjalanan waktu, aktivitas muamalah manusia semakin luas berkembang. Kebutuhan dan hajat manusia bertambah banyak sampai nyaris tidak berbatas.Pada saat yang sama, manusis tidak lagi bisa hidup sendiri dan menyelesaikan segala soal secara sendirian. Mereka butuh bantuan orang lain dan sarana lain yang mungkin di luar jangkauan tanngannya sendiri. Maka, muncullah berbagai jasa dan sarana muamalah yang memudahkan kegiatan dan aktivitas ekonomi berjalan baik dan lancar.
Dahulu, kegiatan muamalah --seperti jual beli, sewa-menyewa, simpan-pinjam—berjalan sederhana, umumnya hanya melibatkan dua pihak. Belakangan, transaksi muamalah seperti itu telah berkembang luas dan komplek. Bentuk dan jenisnya beragam, tak hanya berlaku secara tunai tapi juga berjangka, serta sudah jauh melibatkan pihak ketiga bahkan keempat sebagai penjamin dan perangkat pendukungnya. Fenomena ini pun berlangsung di dunia Islam. Maka, tidaklah heran, pada zaman moden sekarang ini terdapat pelbagai bentuk dan jenis mu'amalat dan kegiatan ekonomi syariah bermunculan. Dimana-mana, kita menyaksikan maraknya transaksi mu'amalah modern. Mulai dari aneka produk perbankan, asuransi, bursa-bursa saham, pertukaran mata uang, perniagaan sekuriti, obligasi dan sebagainya.
Dari sekian banyak model transaksi muamalah, kita mengenal istilah Wakalah, hiwalah, dan Kafalah. Tiga istilah akad muamalah ini relatif banyak dipakai dalam aplikasi bisnis dan ekonomi syariah. Apa yang dimaksud dengan Wakalah, hiwalah dan Kafalah? Apa landasan hukum syariah yang membolehkannya? Bagaimana rukun dan syarat-syaratnya? Serta apa jenis dan ragam aplikasinya dalam transaksi muamalah? Paparan berikut akan berupaya menjelaskannya secara ringkas nan padat.

II. WAKALAH
2.1. Definisi Wakalah
Wakalah atau wikalah secara bahasa bermakna pelimpahan, pendelegasian atau penyerahan mandat (al-tafwidh).
Sementara menurut istilah atau terminologi, Wakalah punya beberapa variasi makna. Menurut Al-Syarbaini, Wakalah adalah mewakilkan urusan kepada orang lain untuk bertindak atasnamanya, atau pemberian amanah dari seseorang kepada orang lain atas suatu pekerjaan.
Wakalah, menurut Taqi Al-Din Al-Hesni Al-Shafi' dalam buku Kifayat al-Akhyar fi Hal Ghayat al-Ikhtisar, adalah menyerhkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kepada orang lain agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya.
Dalam buku Transaksi Syariah, Musthafa Dib Al-Bugha, mendefinisikan Wakalah sebagai akad untuk melimpahkan atau menyerahkan urusan kepada orang yang mampu untuk menggantikannya mengerjakan urusan tersebut. (Musthafa Dib Al-Bugha)
Sedang kata Hulwati dalam Ekonomi Islam, Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal yang diwakilkan.
2.2. Dasar Hukum Wakalah
Dalam peta transaksi muamalah, khususnya perbankan syariah, Wakalah termasuk uqud amanah yang menjadi penyokong transaksi utama seperti jual beli, mudarabah dan musyarakah. Praktik Wakalah dapat dilakukan terhadap berbagai urusan. Antara lain dalam jual beli, traksaksi kliring, inkaso, transfer, serta penerbitan letter of credit (LC ) dalam proses ekspor-impor barang dan jasa.
Islam membolehkan atau menghalalkan praktik Wakalah dengan landasan sesuai atau tidak bertentangan dengan norma yang ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadis (sunnah), serta dikukuhkan oleh ijma ulama. Di Indonesia, akad Wakalah telah didukung dan diatur oleh fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI No.10/2000.
2.2.1. Al-Qur’an
Isyarat dibolehkannya praktik Wakalah terkandung dalam sejumlah ayat dalam Al-Qur’an. Antara lain dalam Surat An-Nisa ayat 35. Allah berfirman:
        •• • “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan..”(QS 4:35). Ayat ini mengisahkan dibolehkannya kita mengutus seseorang yang dipercaya sebagai wakil untuk menyelesaikan urusan keluarga. Semangat serupa terkandung dalam surat Al-Baqarah [2]: 283 yang berbunyi:
...فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ، وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ... “…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.
Ayat berikutnya adalah Al-Kahfi (18):19 yang berkisah tentang ashabul Kahfi. Allah berfirman:
وَكَذلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَآءَلُوْا بَيْنَهُمْ، قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ، قَالُوْا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ، قَالُوْا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَالَبِثْتُمْ فَابْعَثُوْا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِه إِلَى الْمَدِيْنَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلاَ يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا. "Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkata salah seorang di antara mereka: ‘Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini)?’ Mereka menjawab: ‘Kita sudah berada (di sini) satu atau setengah hari.’ Berkata (yang lain lagi): ‘Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.’”
Ketika tiga pemuda kahfi yang terperangkap dalam gua berselisih tentang lamanya waktu mereka berada dalam gua, mereka diperintah untuk mengutus seseorang untuk menukar uang perak dengan makanan. Dalam peristiwa itu, uang perak ternyata bisa menjadi instrumen untuk mengetahu berapa lama mereka dalam gua.
    “...Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini..”
Berikutnya adalah firman Allah dalam QS. Yusuf [12]: 55, 93. Ayat 55 mengisahkan tentang penawaran Yusuf kepada raja untuk menjadi bendaharawan negara:
اِجْعَلْنِيْ عَلَى خَزَائِنِ اْلأَرْضِ، إِنِّيْ حَفِيْظٌ عَلَيْمٌ. "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman.” Yang kedua tentang penetapan pakaian (gamis) sebagai wakil personal.
            “...Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini. lalu letakkanlah Dia kewajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku..” (QS 12:93)
Wakalah juga menjadi sarana tolong-menolong dalam berbuat kebaikan. Ini sesuai dengan pesan Firman Allah dalam surat Al-Ma’idah [5]: 2:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ. “Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”
2.2.2. Hadis-hadis Nabi, antara lain:
إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ أَبَا رَافِعٍ وَرَجُلاً مِنَ اْلأَنْصَارِ، فَزَوَّجَاهُ مَيْمُوْنَةَ بِنْتَ الْحَارِثِ (رواه مالك في الموطأ) “Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mengawinkan (qabul perkawinan Nabi dengan) Maimunah r.a.” (HR. Malik dalam al-Muwaththa’).
أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَقَاضَاهُ فَأَغْلَظَ فَهَمَّ بِهِ أَصْحَابُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: دَعُوْهُ، فَإِنَّ لِصَاحِبِ الْحَقِّ مَقَالاً، ثُمَّ قَالَ: أَعْطُوْهُ سِنًّا مِثْلَ سِنِّهِ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لاَنَجِدُ إِلاَّ أَمْثَلَ مِنْ سِنِّهِ. فَقَالَ أَعْطُوْهُ، فَإِنَّ مِنْ خَيْرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ قَضَاءً (رواه البخاري عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ) “Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW untuk menagih hutang kepada beliau dengan cara kasar, sehingga para sahabat berniat untuk “menanganinya”. Beliau bersabda, ‘Biarkan ia, sebab pemilik hak berhak untuk berbicara;’ lalu sabdanya, ‘Berikanlah (bayarkanlah) kepada orang ini unta umur setahun seperti untanya (yang dihutang itu)’. Mereka menjawab, ‘Kami tidak mendapatkannya kecuali yang lebih tua.’ Rasulullah kemudian bersabda: ‘Berikanlah kepada-nya. Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik di dalam membayar.’” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah).
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf.
2.2.3. Ijma Ulama dan Faatwa DSN
Selain landasan Al-Qur’an dan Hadis, umat Islam juga memiliki ijma’ulama yang membolehkan Wakalah. Bahkan para ulama memandangnya sebagai sunnah, karena hal itu termasuk jenis ta’awun (tolong-menolong) atas dasar kebaikan dan taqwa, sebagaimana diamanatkan oleh Al-Qur'an dan Hadis.
Dalam konteks ini berlaku kaidah fiqh:
اَلأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا. “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Khusus di Indonesia, praktik Wakalah dikuatkan oleh adanya Fatwa DSN-MUI No 10/2000 yang terbit pada 08 Muharram 1421 H atau 13 April 2000.
2.3. Rukun dan Syarat Wakalah
Sesuai dengan Fatwa DSN No 10/DSN-MUI/IV/2000, rukun Wakalah ada empat: yaitu: muwakkil (yang mewakilkan), wakil (yang mewakili), muwakkal fih (obyek yang diwakilkan), shigat (ijab kabul).
Sementara syarat-syarat Wakalah antara lain:
Muwakkil hendaknya pemilik urusan/barang dan menguasa haknya, dia harus aqil baligh, waras (tidak gila), sadar, tidak fasik.
Wakil harus berakal dan punya kemampuan, tidak terkena larangan hukum, plus syarat muwakkil. Menurut Hanafiah, anak yang memayyiz (mampu membedakan baik-buruk) syah sebagai wakil.
Muwakkal fih adalah sesuatu milik muwakkil atau yang diwakilkan, Sayaratnya, urusan diketahui jelas, dapat digantikan/dapat diwakilkan, ada alasan yang membolehkan.
Shigat hendaknya berupa lafaz yang jelas, boleh dengan sindiran, tidak harus diucapkan, tidak boleh melanggar ketentuan syara.
2.4. Jenis Wakalah
Berdasarkan sifatnya, Wakalah ada tiga macam:
 Wakalah al muthlaqah: mewakilkan secara mutlak tanpa batasan waktu dan untuk segala urusan
 Wakalah al muqayyadah: penunjukkan wakil untuk bertindak atasnama dalam urusan tertentu.
 Wakalah al ‘ammah: perwakilan yang lebh luas dari al muqayyadah, tetapi lebih sederhana dari al mutlaqah.
Praktik Wakalah dapat dtemua dalam berbagai urusan dan transaksi:
Transaksi perbankan: kliring, inkaso, transfer, penerbitan LC
 Wakalah dalam hak-hak pribadi
 Wakalah melalui pengacara
 Wakalah jual beli
 Wakalah dalam masalah jarimah (hukum). Menurut Imam Syafi’i, jika jarimah menyangkut hak-hak Allah, pembuktian tidak boleh diwakilkan. Sedang jarimah menyangkut hak-hak pribadi seperti pencurian, tuduhan zina, maka pembuktian boleh diwakilkan.
2.5. Ragam Aplikasi Wakalah
Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, termasuk institusi keuangan: perbankan dan asuransi. Antara lain dalam transaksi tranfer uang melalui mekanisme pengirimin wesel pos atau tranfer ATM, penerbitan LC untuk ekspor dan impor komoditas, pembiayaan rekening koran, investasi reksadana, asuransi syariah dan lain-lain.
Transfer Uang
Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer uang ini.
Wesel Pos
Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju. Berikut adalah proses pentransferan uang dalam Wesel Pos.
Transfer Melalui Cabang Bank
Dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju tersebut. Berikut adalah proses pentrasferan uang melalui cabang sebuah bank. Transfer melalui ATM
Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian untuk mengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam model ini, Nasabah Al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM. Berikut adalah proses pentransferan uang untuk model ini:
Letter Of Credit Import Syariah
Akad untuk transaksi Letter of Credit Import Syariah ini menggunakan akad Wakalah Bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 34/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan pemberian ujrah atau fee. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang terjadi. Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:
1. Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang diimpor.
2. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
3. Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
1. Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
2. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
3. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada importir untuk pelunasan pembayaran barang impor. Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah, dengan ketentuan:
1. Nasabah melakukan akad Wakalah bil ujrah kepada bank untuk melakukan pengurusan dokumen dan pembayaran.
2. Bank dan importir melakukan akad Mudharabah, dimana bank bertindak selaku shahibul mal menyerahkan modal kepada importir sebesar harga barang yang diimpor.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Hiwalah, dengan ketentuan:
1. Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
2. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
3. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk presentase.
4. Hutang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada Bank dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor.
Letter Of Credit Eksport Syariah
Akad untuk transaksi Letter of Credit Eksport Syariah ini menggunakan akad Wakalah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 35/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana bank menerbitkan surat pernyataan akan membayar kepada eksportir untuk memfasilitasi perdagangan eksport. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang terjadi.
Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:
1. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
2. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah.
Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam presentase.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
1. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
2. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank).
3. Bank memberikan dana talangan (Qardh) kepada nasabah eksportir sebesar harga barang ekspor.
4. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk presentase.
5. Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad.
Antara akad Wakalah bil Ujrah dan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq).
Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah dengan ketentuan:
1. Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir.
2. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
3. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank).
4. Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance).
5. Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk Pembayaran ujrah, pengembalian dana mudharabah, dan pembayaran bagi hasil.
6. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk presentase.
Investasi Reksadana Syariah
Akad untuk transaksi Investasi Reksadana Syariah ini menggunakan akad Wakalah dan Mudharabah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana pemilik modal memberikan kuasa kepada manajer investasi agar memiliki kewenangan untuk menginvestasikan dana dari pemilik modal.
Pembiayaan Rekening Koran Syariah
Akad untuk transaksi pembiayaan rekening koran syariah ini menggunakan akad Wakalah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 30/DSN/VI/2002. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana bank memberikan kuasa kepada nasabah untuk melakukan transaksi yang diperlukan.
Asuransi Syariah
Akad untuk Asuransi syariah ini menggunakan akad Wakalah bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 52/DSN-MUI/III/2006. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana pemegang polis memberikan kuasa kepada pihak asuransi untuk menyimpannya ke dalam tabungan maupun ke dalam non-tabungan. Dalam model ini, pihak asuransi berperan sebagai Al-Wakil dan pemegang polis sebagai Al-Muwakil.
III. HIWALAH
3.1. Definisi Hiwalah
Menurut bahasa, yang dimaksud hiwalah atau hawalah adalah al-intiqal dan al-tahwil. Arinya memindahkan atau mengalihkan. Menurut Abdurrahman Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, hiwalah adalah pemindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Menurut Istilah, hiwalah adalah akad pemindahan beban hutang dari tanggungan seseorang kepada tanggungan orang lain. (Musthafa Dib Al-Bugha). Dalam hal ini ada beberapa variasi terminologi:
 Pemindahan utang dari tanggungan ashil (muhil) kepada muhal ‘alaih (orang yang bertanggungjawab setelah hiwalah). (Wahbah Zuhayli)
 Memindahkan tagihan dari tanggungjawab yang berutang kepada yang lain yang punya tanggungjwab kewajiban utang pula. (Hanafiyah)
 Pemindahan atau pengalihan hak untuk menuntut pembayaran hutang dari pihak satu ke pihak lain. (Maliki, Syafi’i, Hambali)
Kalau diperhatikan secara seksama, definisi menurut ulama mazhab punya kesamaan. Sama-sama pengalihan hutang-piutang. Perbedaannya, Hanafi menekankan pada aspek kewajiban membayar hutang. Sedang tiga ulama mazhab lain lebih menekankan aspek hak menerima pembayaran hutang.
3..2. Dasar Hukum Hiwalah
3..2.1 QS Al-Maidah (5):2
Dalam Islam, Hiwalah bisa dipandang sebagai salah satu bentuk tolong-menolong. Ini sesuai dengan amanat firman Allah dalam surat Al-Ma’idah [5]: 2:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ. “Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”
3.2.2 Hadis
Hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ، فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتَّبِعْ. “Menunda-nunda pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman. Maka, jika seseorang di antara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihawalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah” (HR. Bukhari).
Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
3.2.3. Ijma Ulama dan Fatwa DSN
Para ulama sepakat atas kebolehan akad hawalah dengan mengacu pada kaidah fiqh: اَلأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا. “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
اَلضَّرَرُ يُزَالُ “Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”
Fatwa DSN No.12/2000, ditetapkan melalui rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Kamis, tanggal 8 Muharram 1421 H./13 April 2000, memperkuat landasan halalnya hiwalah dalam transaksi bisnis syariah.
3.3. Rukun dan Syarat Hiwalah
Terkait rukun hiwalah, ada perbedaan pendapat di antara ulama mazhab. Menurut Mazhab hanafi, rukun hiwalah hanya ijab (pernyataan melakukan hiwalah) dari muhil (pihak pertama) dan qabul (pernyataan menerima hiwalah) dari muhal (pihak kedua) kepada pihak ketiga (muhal ‘alaih).
Sementara menurut Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali, rukun hiwalah ada enam, yaitu:
 Muhil (pihak pertama) yang memindahkan beban utang ke orang lain (muhal alaih) kepada muhal. Kebetulan muhal punya utang kepada muhil. Muhil harus akil-baligh, warah, berakal.
 Muhal (pihak kedua) yang punya utang kepada muhil atau orang yang dihiwalahkan, untuk melunasi utang muhil kepada muhal alaih. Syarat: berakal dan cakap, baligh
 Muhal ‘alaih: orang yang menerima hiwalah (tagihan utang) dari muhal atasnama muhil. Syarat harus baligh, berakal sehat.
 Muhil bih: piutang muhil kepada muhal
 Muhal alaih bih: piutang muhal alaih kepada muhil yang harus dilunasi muhal karena ada hiwalah dari mulih. Syarat: berupa utang, utang bersifat tetap.
 Shigat hiwalah: ijab dari muhil dengan kata-kata: “Aku hiwalahkan utangku yang hak bagi engkau kepada fulan;” dan qabul dari muhal dengan kata-kata: “Aku terima hiwalah Engkau.” Syarat shigat: muhal ‘alaih berpiutang ke muhil, muhil punya piutang pada muhal, utang tetap, piutang muhal ‘alaih ke muhil = piutang muhil ke muhal, atau utang muhal ke muhil =utang muhil ke muhal alaih, ada kerelaan.
3.4 Jenis Hiwalah
Dari segi obyek akadnya, hiwalah dibagi menjadi dua jenis:
 Hiwalah al-haqq: bila yang dipindahkan itu merupakan hak menuntut pembayaran utang (pemindahakn hak tagih piutang)
 Hiwalah al-dayn: bila yang dipindahkan itu kewajiban membayar hutang (pemindahan kewajiban bayar hutang).
Ditinjau dari jenis akadnya, hiwalah dibagi menjadi dua macam:
 Hiwalah terikat (muqayyad). Pemindahan sebagai ganti pembayaran hutang muhil (pihak pertama) kepada muhal (pihak kedua) dengan syarat besarnya hutang muhil kepada muhal sama dengan besar hutang muhil ke muhal alaih.
Contoh: A berpiutang kepada B sebesar 5 dirham. B berpiutang ke C sebesar 5 dirham. B kemudian mengalihkan hak menuntut piutang yang berda pada C ke A sebagai gangi pembayaran hutang B ke A. Jadi, hiwalah muqayyadah pada satu sisi merupakan hiwalah al-hak karena mengalihkan hak menuntut piutannya dari C ke A (pemindahan hak). Di sisi lain, sekaligus merupakan hiwalah al-dayn karena B mengalihkan kewajiban kepada A menjadi kewajiban C kepada A (pemindahan kewajiban).
 Hiwalah tidak terikat (mutlak). Pemindahan hutang yang tidak ditegaskan sebagai ganti rugi dari pembayaran hutang muhil (pihak pertama) kepada muhal (pihak kedua). Contoh: A berhutang kepada B sebesar 5 dirham. Kemudian A mengalihkan hutangnya kepada C sehingga C berkewajiban membayar hutang A kepada B tanpa menyebutkan bahwa pemindahan hutang tersebut sebagai ganti rugi dari pembayaran hutang C kepada A. Jadi muhil mengalihkan kewajibannya kepada muhal alaih, tanpa memperhatikan ikatan utang-piutang antar keduanya.
Dengan demikian, hiwalah mutlak hanya mengandung hiwalah al-dayn saja karena yang dipindahkan hanya hutang A kepada B menjadi hutang C kepada B.
3.5. Berakhirnya Hiwalah
Akad hiwalah berakhir jika terjadi hal-hal berikut:
 Salah satu pihak membatalkan akad sebelum akad berlaku tetap
 Muhal melunasi hutang yang dialihkan kepada muhal ‘alaih
 Jika muhal meninggal dunia, sedangkan muhal alaih merupakan ahli waris yang mewarisi harta muhal
 Muhal alaih menghibahkan atau menyedekahkan harta yang merupakan hutang dalam akad hiwalah tersebut kepada muhal
 Muhal membebaskan muhal alaih dari kewajibannya untuk membayar hutang yang dialihkan tersebut
 Menurut mazhab hanafi, hak muhal tidak dapat dipenuhi karena pihak ketiga mengalami pailit (bangkrut) atau wafat dalam keadaan pailit. Sedang menurut mazhab lainnya, selama akad hiwalah sudah berlaku tetap karena persyaratan sudah terpenuhi, amka akad hiwalah tidak dapat berakhir dengan alasan pailit.
3.6. Ragam Aplikasi Hiwalah
Dalam perbankan, hiwalah biasanya diterapkan dalam hal:
 Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada phak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, lalu bank membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga.
 Post-date check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membaar dulu piutang tersebut
 Bill discounting. Diskonto pembayaran tagihan untuk member.
 Kartu kredit syariah. Nasabah pada dasarnya memiliki hutang kepada merchant (dengan membeli barang atau jasa tertentu), kemudian merchant menagih kepada bank. Dalam hal ini, antara merchant dengan bank tidak ada hubungan khusus. Namun, karena adanya waalah yang ditindaklanjuti dengan hiwalah, maka bank berkewajiban untuk membayarkan taguhan hutang merchant tersebut atasnama nasabah.
Di Malaysia, akad Hiwalah banyak dilakukan dalam berbagai transaksi perbankan dan industri keuangan non bank. Bank Negara Malaysia mendefinisikan Hiwalah sebagai suatu konsep yang merujuk kepada pengiriman dana/hutang daripada akun depositor/peminjam kepada akun penerima pinjaman. Secara teknis, Hiwalah menjadi instrumen pemindahan uang daripada satu tempat kepada satu tempat yang lain. Pengiriman tidak melibatkan pergerakan uang tunai secara fisik. Kiriman uang bisa dilakukan melalui beerapa moda: perintah bayar (banker’s cheque), draf permintaan, tansfer mail, telegraphic tranfer, dan travel cheque.
Perintah Bayar (Banker's cheque)
Perintah Bayar atau Banker’s Cheque dikeluarkan oleh pihak bank untuk pembayaran kepada penerima cek pada waktu tertentu untuk sejumlah uang tertentu. keluarkan oleh sesebuah bank. Cek ini bisa diambil dan dibayar di bank yang mengeluarkan cek itu sendiri. Dalam perkembangannya, cek juga bisa menjadi bukti pembayaran sebuah transaksi. Dalam hal ini, bank mengenakan biaya untuk mengeluarkan cek dengan nilai dan nama penerima cek.
Draf Permintaan (Demand Draf)
Draf Permintaan atau Demand Draf adalah surat perintah yang meminta supaya pihak bank membayar sejumlah uang kepada penerima yang ditunjuk. Perintah berlaku tanpa syarat dari satu bank ke bank yang dituju untuk membayarkan sejumlah uang kepada nama yang tertulis.
Transfer Telegraf (Telegraphic Transfer)
Transfer bertelegraf adalah suatu cara untuk memindahkan uang/dana dari satu pihak ke phak lain melalui kabel, teleks atau faks. Pihak bank pengirim akan mengirim pesanan kepada kantor cabang untuk mengeksekusi pembayaran atasnama seseorang. Variasi lain dari moda ini adalah Mail Transfer.
Cek Perjalanan (Travel Cheque)
Cek Perjalnan atau Travel Cheque biasanya digunakan untuk membekali seseorang yang melakukan perjalanan (dinas luar) ke luar negeri. Cek dikeluarkan untuk nilai tertentu dalam mata uang asing tertentu.
IV. KAFALAH
4.1. Definisi
Kafalah menurut bahasa bermakna jaminan (ad-dhaman), hamalah (beban), dan za’amah (tanggungan).
Menurut istilah, Kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak ke pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggungjawab atas pembayaran hutang yang menjadi hak penerima jaminan. Atau jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi pihak kedua atau yang ditanggung.
Fasilitas ini diberikan bank kepada nasabah dalam mendukung kelancaran bisnis dengan berbagai pihak dengan memberi perlindungan terhadap mitra usaha nasabah.
Menurut Mazhab Hanafi, hutang dalam akad Kafalah tidak beralih kepada kafil (orang yang menanggung) dan tidak gugur dalam tanggungjawab ashil (orang yang punya hutang). Sedang menurut Mazhab Syafi’i, Kafalah terdiri atas tiga pengertian: Kafalah al-dayn (hutang), Kafalah al-‘ain (benda), dan Kafalah al-abdan (badan).
4.2. Dasar Hukum
4.2.1. Al-Qur’an
 QS Yusuf :72 قَالُوْا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَأَنَا بِهِ زَعِيْمٌ. “Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya". (QS 12:72)
 QS Al-Maidah:2 وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ. “..dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS 5:2)
4.2.2. Hadis
 Hadis Nabi Riwayat Bukhari:
عن سلمة بن الأكوع أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهَا، فَقَالَ: هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ؟ قَالُوْا: لاَ، فَصَلَّى عَلَيْهِ، ثُمَّ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ أُخْرَى، فَقَالَ: هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ؟ قَالُوْا: نَعَمْ، قَالَ: صَلُّوْا عَلَى صَاحِبِكُمْ، قَالَ أَبُوْ قَتَادَةَ: عَلَيَّ دَيْنُهُ يَارَسُوْلَ اللهِ، فَصَلَّى عَلَيْهِ. “Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk disalatkan. Rasulullah saw bertanya, ‘Apakah ia mem-punyai hutang?’ Sahabat menjawab, ‘Tidak’. Maka, beliau men-salatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun bertanya, ‘Apakah ia mempunyai hutang?’ Sahabat menjawab, ‘Ya’. Rasulullah berkata, ‘Salatkanlah temanmu itu’ (beliau sendiri tidak mau mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, ‘Saya menjamin hutangnya, ya Rasulullah’. Maka Rasulullah pun menshalatkan jenazah tersebut.” (HR. Bukhari dari Salamah bin Akwa’).
 Sabda Rasulullah SAW :
وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ. “Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya.”
 Hadis Nabi Riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
4.2.3. Ijma Ulama
 Ijma ulama membolehkan Kafalah karena memang dibutuhkan masyarakat. Ulama berpegang pada kaidah fiqh:
اَلأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا. “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
اَلضَّرَرُ يُزَالُ “Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”
 Fatwa DSN No 11/2000 tentang Kafalah ditetapkan 13 April 2010.
4.3. Rukun dan Syarat Kafalah
Menurut Mazhab Hanafi, rukun Kafalah hanya satu: ijab qabul. Sedang menurut jumhur ulma, rukun Kafalah ada lima, yaitu:
 Pihak penjamin (kafil/dhamin, za’im). Syaratnya, dia sudah baligh, berakal sehat, merdeka dan punya hak mengelola harta benda, punya kehendak sendiri (rela). Jadi anak-anak, orang gila, orang tidak merdeka tak bisa menjadi penjamin.
 Pihak yang berutang (ashiil, makfuul anhu, madhmun anhu). Syaratnya, dia sanggup menyerahkan tanggungan ke penjamin, serta dikenal oleh penjamin.
 Pihak yang berpiutang (makful lahu/madhmun lahu). Syaratnya, dia punya identitas jelas, bisa dihadirkan saat aqad, dan berakal sehat.
 Obyek penjaminan (makful bihi). Syaratnya, obyek itu merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan; bisa dilaksanakan oleh penjamin; harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan; harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya; tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).
 Shigat (lafaz ijab qabul). Syarat diucapkan penjamin, jelas mengandung makna menjamin, tidak bergantung sesuatu dan tidak bersifat sementara. Contoh: takaffultu, tahammaltu, dhammintu, ana kafil laka, ana za’im (maknanya: “saya menjamin anda”) atau huwa laka ‘indi, huwa laka ‘alayya yang berarti: “dia saya jamin.”).
Perlu diingat, jaminan hanya berlaku untuk urusan harta benda dengan sesama manusia, tidak dengan Allaah. Tidak berlaku menjamin hukuman qishash karena hukuman tersebut harus dijalani langsung oleh pelakunya, tidak boleh dialihkan ke orang lain.
4.4. Jenis Kafalah
 Kafalah bi al-nafs (jaminan kepada individu). Semacam personal garansi yang diberikan untuk menjamin kredibilitas atau kinerja seseorang. Walau bank secara fifik tidak memegang barang apapun, tetapi dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang, bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan.
 Kafalah bi al-mal (jaminan pembayaran barang/pelunasan utang). Jaminan diberikan terkait dengan pembayaran atas pembelian barang tertentu atau untuk keperluan pelunasan hutang. Dengan adanya jaminan (Kafalah) itu maka transaksi bisa berjalan lancar, baik secara tunai maupun kredit, karena pihak pertama mendapat perlindungan dan kepastian pembayaran.
 Kafalah bi al-taslim (jaminan pengembalian barang sewaan). Jaminan diberikan untuk menjamin pengembalian atas barang sewaan kletika masa sewa berakhir, sesuai kesepakatan. Misal, bank dapat mengeluarkan surat jaminan untuk nasabah atas pengembalian barang sewa kepada perusahan penyewaan (leasing company). Adapaun jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa tabungan dan bank dapat membebankan fee kepada nasabah tersebut.
 Kafalah bi al-munazah (jaminan untuk pelaksanaan proyek yang tidak dibatasi masa untuk tujuan tertentu). Jaminan diberikan secara mutlak tanpa ada pembatasan waktu tertentu untuk meyakinkan pihak ketiga agar pihak kedua (nasabah) melaksanakan kewajiban sesuai kesepakatan mereka. Misalnya, jaminan dalam bentuk perfomance bond (jaminan prestasi/jaminan kepastian bagi pemilik proyek) bahwa pemenang tender akan melaksanakan proyek sesuai dengan perjanjian.
 Kafalah bi al-mu’allaqah (jaminan LC/asuransi). Jaminan ini merupakan penyederhanaan dari Kafalah al-munazah, jaminan yang dibatasi oleh kurun waktu dan tujuan tertentu.
4.5. Berakhirnya Kafalah
Kafalah atau surat penjaminan akan berkahir bila masa berlaku yang telah disepakati sebelumnya oleh tiga pihak tersebut telah berakhir atau expired. Adakalanya masa berlaku garansi jaminan akan berkahir ketika masa pengerjaan atau pengelolaan proyek telah selesai seperti yang direncanakan sebelumnya. Kafalah bisa juga berakhir jika phak ketiga telah mengembalikan atau melepaskan bank garansi.
Kafalah dapat diperpanjang jika menurut pertimbangan pemilik proyek diperlukan untuk menjamin keselamatan dan terpeliharanya keberlangsungan pengerjaan proyek. Nasabah bisa berinisiatif memperpanjang bank garansi untuk memastikan bahwa pengerjaan proyek dapat dikerjakan sesuai kesepakatan sebelumnya.
4.6. Ragam Aplikasi Kafalah
Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, Kafalah berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
Secara teknis perbankan, Kafalah merupakan jasa penjaminan nasabah dimana bank bertindak sebagai penjamin (kafil) sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin (makful lahu). Prinsip syariah ini sebagai dasar layanan bank garansi, yaitu penjaminan pembayaran atas suatu kewajiban pembayaran..
Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai jaminan. Atas dana tersebut bank dapat memberlakukannya dengan prinsip wadi’ah. Dalam hal ini, bank mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikan.
Penerbitan Bank Garansi (surat jaminan bank), yang terdiri dari jaminan tender, jaminan pelaksanaan, jaminan uang muka, dan jaminan pelaksanaan dengan setoran minimal sebesar 10% dari nilai jaminan yang diinginkan nasabah.
Bank Garansi mencakup layanan full cover dimana nasabah mengcover seluruh bank garansi; dan layanan fasilitas yang merupakan pembiayaan atau kredit secara tidak langsung. Untuk produk bank garansi dengan layanan full cover, wewenang putusan diberikan oleh pejabat pemutus pembiayaan di kantor cabang itu sendiri. Sedangkan pada bank garansi dengan layanan fasilitas, wewenang putusan harus dimintakan izin terlebih dahulu kepada pejabat pemutus pembiayaan tingkat wilayah atau atasan dari pejabat pemutus pembiayaan di kantor cabang dimaksud.
Ada bank syariah yang menyediakan layanan Overseas Transfer, berdasarkan akad Kafalah. Overseas transfer yaitu layanan pengirimanuang dalam USD atau pun Euro berdasarkan nilai tukar pada hari yang sama, secara cepat, aman melintas batas wilayah geografis melalui dukungan teknologi SWIFT.
Hari ini valuta asing dikirim, hari itu juga sampai di negara tujuan. Ini berlaku untuk AS, Kanada, dan Eropa Barat. Disediakan dua jenis layanan, yakni OUR dan BEN. Untuk OUR dana diterima penuh (full amount) oleh penerima di negara tujuan, sedangkan BEN dana yang diterima oleh penerima dipotong biaya oleh bank penerima.
Prosedur mendapatkan layanan tranfer lintas negeri itu pada dasarnya sebagai berikut: membuka rekening di suatu bank syariah dan mengisi aplikasi transfer dan diserahkan kepada teller serta membayar komisi, biaya SWIFT, dan correspondent bank charges (untuk layanan jenis OUR). Produk overseas tansfer ini menggunakan akad Kafalah, karena bank bertindak sebagai penjamin, sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin.
Selain dipraktekkan oleh industri perbankan syariah, akad Kafalah juga dipraktekkan oleh industri asuransi syariah. Akad Kafalah merupakan bentuk penjaminan atau pertanggungan yang biasa dijalankan oleh perusahaan asuransi. Dalam hal ini, pihak penanggung adalah perusahaan asuransi, sedangkan pihak tertanggung adalah nasabah asuransi. Pada praktek asuransi syariah, risiko yang ada pada pihak tertanggung disebar keseluruh tertanggung yang lain oleh perusahaan asuransi. Kafalah atau surat garansi dapat diterbitkan dalam macam-macam bentuk, antara lain sebagai berikut:
Bid Bond
Secara umum bid bond penngertiannya sama dengan penjabaran arti dan makna dari bank garansi. Yakni bank sebagai pihak penjamin mengeluarkan jaminan atas permintaan nasabah untuk kepentingan pemilik proyek agar pengerjaan proyek tadi dapat selesai dengan seksama dan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan di awal.
Performance Bond
Hampir sama dengan bid bond, Performance Bond diberikan bank penjamin atas permintaan nasabah untuk kepentingan pihak pemilik proyek. Permormance Bond lebih ditekankan merujuk pada kinerja pihak yang mengelola proyek. Dengan adanya jaminan ini, pemilik proyek merasa lebih aman dan nyaman karena pengelola bisa lebih dipercaya dan punya jejak rekam kerja yang bagus.
Advance Payment Bond
Garansi ini diterbitkan bank penjamin sebagai jaminan pembayaran di muka atau pembayaran termin oleh pemilik proyek kepada kontraktor (pengelola proyek).
Rentention Bond
Jaminan yang diterbitkan oleh bank atas permintaan nasabah sebagai madhmun lahu untuk kepentingan pemilik proyek yang menjadi mitra kerja nasabah . Ia berkaitan dengan pemeliharaan hasil pekerjaan /proyek sampai batas waktu yang telah diperjanjikan dalam kontak kerja.
Custom Bond
Berkaitan erat dengan penangguhan bea masuk atas barang=-barang impor yang dimintakan penangguhan pembayarannya apanila memnuhi syarat-syarat yang ditetapkan penangguhan pembayarannnya
Selain itu, kafalah juga bisa diterapkan pada penertbitan LC untuk ekspor dan impor produk. Biasanya bersama-sama dengan akad hiwalah dan wakalah. Dengan adanya Kafalah Bil Ujrah atau Letter Of Credit, para pihak terkait bisa nyaman dan leluasa dalam berniaga antarnegara. Kafalah Bil Ujrah ataupun Letter of Credit merupakan dokumen bank yang pada dasarbnya merupakan bentuk dari janji atau komitmen bank kepada pihak ekportir/importir melalui untuk kemudahan pembayaran transaksi transnasional.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Bugha, Musthafa Dib, Buku Pintar Transaksi Syariah: Menjalin Kerjasama Bisnis dan Menyelesaikan Sengketanya Berdasarkan Panduan Islam, April 2010. Hikmah (Mizan Publika) Jakarta.
Al-Qardhawi, Yusuf. Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, 1997. Robbani Press Jakarta.
Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, 2010. Gramata Jakarta.
Bakhri, Mokh Syaiful, Ekonomi Syariah Dalam Sorotan, 2003. Yayasan Amanah – Masyarakat Ekonomi Syariah – Permodalan Nasional Madani Jakarta.
Chamid, Nur. Jejak Langkah dan Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, 2010. Pustaka Pelajar Yogyakarta.
Hakim, Cecep Maskanul, Belajar Mudah Ekonomi Islam: Catatan Kritis terhadap Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia, Juni 2011. Shufuf Banten..
Huda, Nurul dan Mohammad Heykal. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, Mei 2010. Kencana Jakarta.
Huda, Nurul dkk. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, 2008. Kencana Jakarta.
Hulwati, Ekonomi Islam: Teori dan Praktiknya dalam Perdagangan Obligasi Syariah di pasar Modal Indonesia dan Malaysia, 2009. Fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol Padang-Ciputat Press Group Jakarta.
Nafis, M. Cholil, Teori Hukum Ekonomi Syariah, 2011. UI-Press Jakarta.
Rivai, Veithzal dkk, Islamic Financial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi, September 2010. Ghalia Indonesia Bogor.

Managemen Dana Bank Syari'ah

Oleh Ir H Dedi Junaedi MSi
Dosen Ekonomi dan Keuangan Syarah INAIS Bogor

Kunci keberhasilan manajemen bank syari’ah sangat ditentukan oleh bagaimana bank tersebut dapat merebut hati masyarakat, sehingga peranan bank syari’ah tersebut sebagai financial intermediary berjalan dengan baik. Jika peranan bank syari’ah tersebut berjalan dengan baik, barulah bank syari’ah dapat dikatakan berhasil. Jadi, bagaimana usaha bank melayani sebaik-baiknya, mereka yang kelebihan uang dan menyimpan uangnya dalam bentuk giro wadi’ah deposito mudharabah, tabungan wadi’ah maupun tabungan mudharabah, serta melayani kebutuhan uang masyarakat, melalui pemberian pembiayaan. Hal demikianlah yang merupakan kunci keberhasilan dari sebuah bank.
Sehubungan dengan hal diatas, bab ini kami rancang untuk menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan persoalan manajemen dana bank syari’ah. Agar dapat sedikit membantu pemahaman kami lebih dalam lagi dalam materi Manajemen Dana Bank Syari’ah.
Bank Syari’ah sebagai Lembaga Intermediary, Financial, dan contractual.
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki fungsi untuk menghimpun dana masyarakat. Dana yang telah terhimpun, kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat.kegiatan bank dalam mengumpulkan dana disebut dengan kegiatan funding, sementara kegiatan menyalurkan dana kepada masyarakat disebut oleh bank disebut dengan kegiatanfinancing atau lending. Dalam menjalankan dua aktivitas besar tersebut, bank sayari’ah harus menjalankan sesuai dengan kaidah-kaidah perbankan yang berlaku namun bagi syari’ah disamping harus memenuhi tuntutan kaidah islam, juga mengikuti kaidah hukum perbankan yang beraku dan telah diatur oleh bank central.
Kunci keberhasilan manajemen bank adalah bagaimana usaha bank tersebut menarik hati masyarakat sehingga peranannya sebagai financial intermediary berjalan dengan baik. Oleh karena itu semua pelayanan bank terhadap masyarakat, peralatan canggih yang dimiliki, keterampilan personel, dan lain-lain adalah dalam rangka menjalankan peranannya selaku perantara keuangan, artinya menjalankan dua fungsi utama bank, yaitu:
1. Menghimpun dana masyarakat (to receive deposits).
2. Memberikan kredit/ pembiayaan (to make loans/ financing).
Sehingga manajemen dana bank adalah sebagai suatu proses pengelolaan penghimpun dana-dana masyarakat ke dalam bank pengalokasian dana-dana tersebut bagi kepentingan bank dan masyarakat pada umumnya, serta pemupukannya secara optimal melalui penggerakan semua sumber daya yang tersedia demi mencapai ingkat rentabilitas yang memadai sesuai dengan batas ketentuan peraturan yang berlaku.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan Manajemen Dana dengan bertitik tolak dari pengertian/definisi diatas adalah:
1. Segala aktivitas bank dalam rangka penghimpun dana-dana masyarakat.
2. Aktivitas bank untuk menjaga kepercayaan masyarakat dengan penyediaan uang tunai bagi pemeliharaan kepentingan masyarakat penyimpan.
3. Penempatan dana dalam bentuk kredit/pembiayaan sebagai usaha pelayanan kebutuhan uang masyarakat dan penempatan dana dalam bentuk-bentuk lain, baik bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, demi kepentingan rentabilitas(profitability).
4. Pengelolaan modal bank agar dapat berfungsi wajar sesuai dengan peranannya selaku penggerak aktivitas.
Aktivitas utama dari Direksi Bank adalah Manajemen Dana-Dana (Manajemen of funds) baik mengatur dana yang masuk dari masyarakat (giro, tabungan, dan deposito) maupun yang dikeluarkan bank (berbentuk kredit/pemiayaan). Hal tersebut sesuai dengan peranan bank selaku perantara keuangan masyarakat (financial intermediary). Untuk lebih jelasnya akan dibahas secara jelas mengenai sumber dana bank dan alokasi dana bank.
Jika dilihat dari fungsi sisi bank syari’ah mengumpulkan dana dan menyalurkan dana kembali kepada masyarakat, maka bank syari’ah berfungsi sebagai perantara keuangan antara pihak surplus kepada pihak minus. Dalam menjalankan fungsi financial intermediary.
Gambar Siklus Dana di Bank Syari’ah Funding Financing Sohibul Mal Mudharib/Shohibul Mal Mudharib
Sistem Manajemen Dana
Manajemen dana bank syari’ah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syari’ah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing, dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitasnya. Sebagaimana halnya dengan bank konvensional bank syari’ah juga mempunyai peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank kelebihan dana-dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.
Bank berbasis bunga melaksanakan peran tersebut melalui kegiatannya sebagai peminjam dan pemberi pinjaman. Para pemilik dana tertarik untuk menyimpan dana di bank berdasarkan tingkat bunga yang dijanjikan. Hubungan antara bank dan nasabahnya adalah hubungan antara kreditur dan debitur.
Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara Bank Syari’ah dengan nasabahnya bukan hubungan antara kreditur dan debitur, melainkan hubungan antara penyandang dana(shahib al maal) dengan pengelola dana(mudharib). Oleh karena itu, tingkat laba bank syaria’ah bukan saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham, tetapi juga berpengaruh terhadap bagi hasil yang dapat diberikan kepada nasabah menyimpan dana.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dana Bank
Manajemen dana bank adalah metode/cara untuk mencapai tujuan bank, yang tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen dana bank dapat dikelompokkan menjadi 5 antara lain:
1. Kebijakan-kebijakan moneter.
2. Lingkungan perbankan.
3. Mobilisasi dana
4. Pasar modal
5. Hubungan peminjam dengan pemodal.
Kebijakan-kebijakan Moneter
Manajemen dana bank sangat dipengaruhi oleh kebijaksanaan moneter, setiap munculnya kebijaksanaan moneter yang baru bank harus mengambil langkah-langkah penyesuaian agar tidak melanggar peraturan keuangan/keekonomian pasa umumnya. Setiap kebijakan tersebut mempunyai unsur-unsuryang perlu dipahami oleh bank agar langkah yang diambil selalu tepat. Unsur-unsur tersebut adalah:
a) Tujuan dan sasaran kebijaksanaan moneter
Tujuan dan sasaran kebijaksanaan moneter tidak terlepas dari cita-cita negara dan bangsa Indonesia untuk terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Sehingga dapat tercipta keserasian dan keselarasan berbagai kebijaksanaan, upaya dan kegiatan dalam pelaksanaan pembangunan dalam mewujudkan cita-cita bangsa negara.
b) Pengendalian Moneter
Pengendalian moneter bertujuan menjaga jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga sedemikian rupa sehingga menunjang kegiatan usaha perekonomian masyarakat dalam suasana kesetabilan moneter serta kemantapan neraca pembayaran. Dalam hal ini yang dilakukan BI adalah:
• Operasi pasar terbuka melalui instrumen moneter SBI sebagai alat kontraksi moneter dan SBPU sebagai alat ekspansi moneter.
• Pengaturan Cash Ratio
c) Kebijakan di Bidang Perkreditan
d) Kebijaksanaan dalam Penghimpun Dana
e) Kebijaksanaan Moneter dalam Menunjang Keseimbangan Neraca Pembayaran
f) Pengembangan Perbankan dalam Menunjang Kebijaksanaan Moneter.
2. Lingkungan Perbankan
Lingkungan perbankan baik internal maupun eksternal akan mempengaruhi gaya manajemen dana suatu bank. Lingkungan internal bank mencakup unsur-unsur:
a) Struktur Organisasi
Struktur organisasi dapat mencerminkan beberapa alternatif, seperti;
• Organisasi sentralistik atau desentralistik
• Pengembalian keputusan kolektif atau otoriter
• Prinsip pertanggung jawaban menganut sistem pusat laba atau dari unit-unit usaha
• Wilayah operasional terbatas domestik atau internasional
b) Filosofi dan gaya manajemen
Filosofi dan gaya manajemen setiap pimpinan juga akan langsung mempengaruhi manajemen dana bank yang dilaksanakan.
c) Proses perencanaan
Pola pendekatan perencanaan setiap bank dapat berbeda-beda, sehingga membedakan pula manajemen dana karena pada hakekatnya itu sendiri merupakan suatu bagian dari proses perencanaan bank secara keseluruhan.

3. Mobilisasi Dana
Dana yang ada didalam masyarakat sifatnya relatif terbatas yang diperebutkan oleh perbankan dan lembaga-lemaga keuangan lainnya. Oleh karena itu berlaku hukum permintaan dan penawaran dana, antara lain;
a. Ketentuan kewajiban pemeliharaan likuiditas minimum b. Jumlah ekspansi uang primer dari bank sentral c. Selera masyarakat untuk memilih bentuk simpanan yang diinginkan d. Tingkat pendapatan perkapita e. Peraturan-peraturan yang terkait pada masing-masing jenis data.
4. Pasar Modal
Pasar modal adalah alternatif lain bagi masyarakat untuk pemanfaatan dananya selain menyimpannya dibank. Disamping itu, dunia usaha yang semakin berkembang tentunya selalu membutuhkan tambahan dana baik modal untuk investasi maupun modal kerja yang dapat berasal dari perbankan. Dipergunakannya bank dalam lalu lintas keuangan perusahaaan maka bank dapat memanfaatkan sumber-sumber dana murah. Dengan demikian pasar modal yang berkembang baik pada hakikatnya akan memberikan dampak positif bagi perbankan.
5. Hubungan nasabah dengan pemodal
Dalam masyarakat terdapat dua pihak, yaitu mereka yang mempunyai kelebihan uang(pemodal) dan dipihak lain yang mengalami kekurangan uang (peminjam) untuk memenuhi berbagai macam kebutuhannya. Bank yang pada dasarnya adalah penghubung atau mediator antara pemodal dengan peminjam berperan besar dalam hal menghubungkan dua kepentingan ini agar kedua pihak ini mencapai tujuan atas kepentingan dan kebutuhan masing-masing.
Permasalahan Manajemen Dana di Bank Syari’ah
Pokok-pokok permasalahn manajemen dana bank pada umumnya dan bank syari’ah pada khusunya adalah:
1) Beberapa memperoleh dana dan dalam bentuk apa dengan biaya yang relatif murah
2) Berapa jumlah dana yang dapat ditanamkan dan dalam bentuk apa untuk memperoleh pendapatan yang optimal
3) Berapa besarnya deviden yang dibayarkan yang dapat memuaskan pemilik/pendiri dan laba ditahan yang memadai untuk pertumbuhan bank syari’ah.
Dari permasalahan yang ada diatas, maka manajemen dana mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. memperoleh profit yang optimal
2. menyediakan akhir cair dan kas yang memadai
3. penyimpan cadangan
4. mengelola kegitan-kegiatan lembaga ekonomi dengan kebijakan yang pantas bagi seseorang yang bertindak sebagai pemelihara dana-dana orang lain.
5. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan.
Dari tujuan-tujuan diatas bila diamati akan terdapat kontradiksi antara tujuan yang satu dengan yang lainya. Misalnya disatu sisi bertujuan untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Tentunya ini dapat direalisasi dengan memberikan pembiayaan yang sebesar-besarnya, namun disisi lain kita juga harus menyediakan dana kas untuk memenuhi kewajiban-kewajiban segera dibayar yang harus didukung oleh tersedianya dana yang memadai.
Bank syariah dirancang untuk melakukan fungsi pelanggan sebagai lembaga keuangan bagi para nasabah dan masyarakat. Untuk itu bank syariah harus mengelola dana yang dapat digolongakn sebagai berikut:
1. kekayaan bank syariah dalam bentuk:
a. kekayaan yang menghasilkan (aktiva produkif) yaitu pembiayaan untuk debitur serta penempatan dana di bank atau investasi lain yang menghasilkan pendapatan.
b. Keklayaan yang tidak menghasilkan yaitu kas dan investasi (harta tetap).
2. modal bank syariah berasal dari:
a. modal sendiri yaitu simpanan pendiri (modal), cadangan dan hibah, infaq atau shodakoh.
b. Simpanan atau hutang dari pihak lain
3. pendapatan uasaha keuangan bank syariah berupa bagi hasil atau mark up dari pembiayaan yang diberikan dan biaya administrasi serta jasa tabungan bank syariah
4. biaya yang harus dipikul oleh bank syariah yaitu biaya operasi, biaya gaji manajemen, kantor dan bagi hasil simpanan nasabah penabung.
Untuk mengatasi hal tersebut pihak bank syariah dapat melakukan kegiatan manajemen sebagai berikut:
1. rencana keuangan (budgeting)
2. batasan dan pengukuran atas:
a. struktur modal
b. pemeliharaan liquiditas
c. pengawasan efisiensi
d. rentabilitas
e. aktifa produktif (pembiayaan).
Sumber-sumber dana bank syariah
Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasasi oleh bank dalam bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat lain yang segera diubah menjadi uang tunai. Berasal dari pemilik bank itu sendiri juga berasal dari titipan atau pemyertaan orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada waktu tertentu akan ditarik kembali baik sekaligus maupun secara berangsur-angsur. Berdasarkan data empiris selama ini, dana yang berasal dari para pemilik bank itu sendiri , ditambah cadangan modal yang berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam kembali pada piahk bank, hanya sebesar 7 sampai 8% dari total aktiva bank. Bahkan di indonesia rata-rata jumlah modal dan cadangan yang dimiliki oleh bank-bank belum pernah melebihi 4% dari total aktiva.
Dalam pandangan syariah uang bukanlah merupakan suatu komoditi merupakan hanya merupakan alat untuk mencapai pertumbuhan nilai ekonomi. Untuk menghasilkan keuntungan uang harus dikaitkan dengam kegiatan ekonomi dasar (primary economic aktivities) baik secara langsung melalui transaksi seperti perdagangan, industri manufaktur, sewa-menyewadan lain-lain. Secara tidak langsung melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan tersebut.
Berdasarkan perinsip tersebut bank syaruah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat dalam bentuk:
a) Titipan (wadi’ah) yaitu simpanan yang dijamin keamanan dan pengembalianya (guranted deposit) teapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
b) Partisipasi modal bagi hasil dan berbagi resiko (non guranted account) untuk investasi umum (general investment account atau mudharabah mutlaqoh) dimana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut
c) Investasi kusus (special investment account atau mudharabah muqayyadah) dimana bank bertindak sebagai manajer investasi intuk memperoleh fee, jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atau investasi itu.
Dengan demikian sumber dana bank syariah terdiri dari:
1. Modal inti (core capital)
Modal inti adalah modal sendiri, yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri dari:
a. Modal yang disetor oleh para pemegang saham, sumber utama dari modal perusahaan adalah saham
b. Cadangan yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugain dikemudian hari
c. Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank.
2. Kuasi ekuitas (mudharabah accaount)
Bank menghimpun dana bagi hasil atas dasar prinsip mudaharabah yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib)umtuk melakukan suatu usaha bersama dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari.
Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukanya sebagai mudharib, bank menjadi jasa bagi para investor berupa:
a. Rekening investasi umum dimana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk investasi berdasarkan prinsipmudharabah mutlaqoh
b. Rekening investasi khusus, dimana bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek yang mereka setujui
c. Rekening tabungan mudhorobah, primsib mudhorobah juga bisa I gunakan untuk jasa pengelolaan rekening tabunangan. Bank syariah melayani tabungan mudhorobah dalam bentuk targeted savung di maksudkan untuk seatu pencapaian target kebutuan dalam jumlah dan atau jangka atau waktu tertentu reklening ini tidak di berikan fasilitas ATM.
3. Titipan (wadi’ah) tau simpanan tanpa imbalan (non remurerated deposit)
Dana titipan adalah dana pihak ketiga pihak ketiga pada pihak bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi utama orang menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan mereka dan memperoleh keluasan untuk menarik dananya kembali.
INVESTASI KHUSUS MUDHARABAH MUQAYYADAH INVESTASI MUDHARABAH TITIPAN (WADI’AH) MODAL BANK SYARI’AH
Kuasi Ekuitas(Mudhorabah Account)
Bank menyimpun dana berbagi hasil atas dasar prinsip mudhorabah yaitu akad antara pemilik dana(shohib al maal)dengan pengusaha(mudhorib) untuk melakukan usaha yang antar bersama dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolahan sehari-hari.keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya denagn perbandingan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya kerugian financial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang dilakukan.
Berdasarkan prinsip ini dalam kedudukannya sebagai mudharib,bank menyediakan jasa bagi investor berupa:
1. Rekening investasi umum ,dimana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalm bentuk investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqoh.(unriesricted investment accont). Simpanan diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu. Bank dapat menerima simpanan tersebut untuk jangka 1,3,6,12,24 bulan dan seterusnya. Dalam hal ini bank bertindak sebagai Mudharib dan nasabah sebagai Shahih al Maal, keduanya menyepakati pembagian laba (bila ada) yang dihasilkan dari penanam dana tersebut dengan Nisbah tertentu. Jika terjadi kerugian, nasabah menanggung kerugian tersebut dan bank kehilangan keuntungan.
2. Rekening investasi khusus,dimana bank bertindak sebagai manejer, investasi bagi nasabah institute (pemerintah atau lembaga keungan lainnya)atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek-pryek tertentu yang mereka setujui atau mereka kehendaki. Rekening ini dioperasikan berdasarkan prinsip mudharabah muqayyadah. Bentuk nisbah dan pembagian keuntungannya biasanya dinegoisasikan secara kasus perkasus.
3. Tabungan tabungan mudahrabah. Prinsip mudharbah juga digunakan untuk jasa pengelolahan rekening tabungan. Salah satu syarat mudharobah adalah bahwa dana harus dalam bentuk uang(manetery form)dalm jumlah tertentu dan diserahakan pad mudharib. Oleh karena itu tabungan mudharabah tidak dapat ditarik sewaktu-waktu sebagaimana tabungan wadia'ah,dengan begininya tabungan mudharbah tidak diberikan fasilitas ATM.
Dana Titipan (wadi'ah /non moneterad deposit)
Selain bank menerima dan investasi ,juga menerima dan titipan .dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank ,yang umumnya berupa giro atau tabungan
Menurut Zainul Arifin ,dan titipan wadi'ah ini dikembangkan dalam bentuk rekening giro wadi'ah dan rekening tabunagn wadi'ah .dengan penjelasan sebagi berikut:  Rekening giro wadi'ah
Bank islam dapat memberikan jasa simpanan giro dalam bentuk rekening wadi'ah .dalm hal ini bank islam menggunak prinsip wadi'ah yaddhamnah .dengan prisip bank sebagi custodiarharus menjamin pembayaran kembali nominal simpanan wadi'ah .dana tersebut dapat digunakn pembayaran kembali nominal simpanan wad'ah .dana tersebut dapt digunakan pembayaran oleh bank untuk kegiatan komersial dan bank berhak atas pendapatan yang diperoleh darititipan pedapatan harta tersebut dalm kegiatan komersial.pemilik simpanan dapat menarik kembali simpannaya sewaktu-waktu ,baik sebagian atau seluruhnya .bank tidak boleh menyatakan atau memberikan perjanjian imbaln atu keuntungan apapun kepada pemegang rekening wadi'ah dan sebaliknya .setiap keuntungan atau imbalan itu termasuk "Riba" .
Ciri-ciri giro wadi'ah adalah sebagai berikut:
• Bagi pemegang rekening disediakan cek untuk mengoperasikan rekeningnya.
• Untuk membuka rekening diperlukan surat referensi nasabah lain atau pejabat bank ,dan menyetor sejumlah dana minimum (yang ditentukan kebijaksanaan masing-masing bank )sebagi setoran awal.
• Calon pemegang rekening tidak terdaftar dalam dafatr hitam bank Indonesia.
• Penarikan dapat dilakukan setiap waktu dengan cara menyerahkan cek atau instruksi tertulis lainnya.
• Tipe rekening
: - Rekening perorangan
- Rekening pemilik tunggal
- Rekening bersama (dua orang individu atau lebih)
- Rekening oreganisasi atu perkumpulan yang tidak berbadan hokum
- Rekening perusahaan yang berbadan hokum
- Rekening kemitraan
- Rekening titipan
• Servis lainnya:
- Cek istimewa
- Instruksi siaga(standing instruction)
- Transfer dana otomatis
- Kepada pemegang rekening akan diberiakn salinan rekening (statement of account)dengan rincian transaksi setiap bulan.
- Konfirmasi saldo dapat dikirmkan oleh bank kepada pemegang rekening setiap eanm bulan atau periode yang dikehendaki oleh pemegang rekening.
 Rekening tabungan wadimi'ah
Prinsip wadi'ah yad dhamanah ini juga dipergunakan oleh bank dalm mengelola jas tabungan yaitu simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dan dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya jasa penitipan dana dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali.
Ciri-ciri rekening tabungan wadi'ah adalah sebagi berikut:
• Menggunakan buku(pass book) atau kartu ATM.
• Besarnya setoran pertama dan saldo dan saldo minimum yang harus mengendap tergantung pada kebijakan masing-masing bank.
• Penarikan tidak dibatasi berapa saja dan kapan saja .
• Tipe rekening:
- Rekening perorangan
- Rekening bersama (dua oaring atau lebih)
- Rekening oreganisasi atau perkumpualn yang tidak berbadan hokum
- Rekening perwalian (yang dioperasikan oleh orang tua atau wali dari pemegang rekening)
• Pembayaran bonus (hibah) dilakukan dengan cara mengkredit dengan cara mengkredit rekening tabungan.
Pengguaan Dana Bank
Setelah dan pihak ketiga (DPK) telah dikumpulkan oleh bank ,maka sesuai dengan fungsi intermediary nya maka bank berkewajiban menyalurkan dana tersebut untuk pembiyaan .dalam hal ini,bank harus mempersiapkan strategi penggunaan dana-dana yang dihimpunnya .sesuai dengan rencana alokasi berdasrkan kebijakn yang telah digariskan.alokasi dan ini mempunyai beberapa tujuan yaitu:
1) Mencapi tingkat probalitas yang cukupdan tingkat resiko yang rendah.
2) Mempertahnkan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman
Untuk mencapai kedua keinginan tersebut, maka alokasi dana-dana bank harus diarahkan sedemikian rupa agar pada saat diperlukan semua kepentingan nasabah dapat terpenuhi. Alokasi dana bank syari'ah pada dasarnya dapat dibagi dalam dua bagian penting dari aktivita bank ,yaitu:
1) Earning assets ( aktivita yang menghasilkan) dan
2) Non earning assets ( aktivita yang tidak menghasilkan )
Aktivita yang dapat menghasilkan atau earning assets adalah asset bank yang yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan .aset ini disalurkan dalm bentuk investasi yang terdiri atas:
 Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil(mudhorobah)
 Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (musyarakah)
 Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli(al-bai)
 Pembiayaan berdasrkan prinsip sewa (ijarah dan ijarah wa iqtina/ijarah muntahiah bi tamlik)
 Surat-surat berharga syari'ah dan investasi lainnya.
Sementara itu ,asset bank yang lain adalah asset yang tergolong tidak memberikan penghasilan atau disebut non earning assets terdiri dari
1) Aktivita dalam bentuk tunai
Aktivita dalam bentuk tunai atau cash assets)terdiri dari uang tunai danam vault,cadangan likuiditas(primary reserse)yang harus dipelihara dalam bank sentral,giro,pada bank dan item-item tunai lain yang masih dalam proses penagihan (collection)dari aktivitas tunai (cash assets)ini bank tidak memperoleh penghasilan dan kalaupun ada sangat kecil dan tidak berarti ,namun demikian investasi pada cash assets adalah penting untuk mendukung fungsi simpanan pada bank .dan dalam beberapa hal juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan layanan dari bank korespondent yang berkaitan dengan pembiayaan investasi.
2) Pinjaman (qard)
Sebagaiman diuraikan pada bab sebelumnya ,pinjaman qard al hasan adalah merupakan salah satu kegiatan bank syari'ah dalam mewujudkan tanggung jawab sosialnya sesuai dengan ajaran islam .untuk kegiatan ini bank tidak memperoleh penghasilan karena bank dilarang untuk meminta imbalan apapun dari para peneriam qard.
3) Penanaman dana dalm aktivita tetap dan inventaris
Penanaman dana dalam bentuk ini juga tidak menghasilkan pendapatan bagi bank,tetapi merupakan kebutuhan bank untuk menfasilitasi pelaksanaan fungsi kegiatannya.fasilitas itu terdiri dari bangunan gedung ,kendaraan dan peralatan lainnya yang dipakai oleh bank dalam rangka penyediaan layana kepada nasabahnya.
Gambaran tentang pola penghimpunan dana dan pengalokasiannya dapat dilakukan melalui:
- Pendekatan pusat pengumpulan dana (pool of funds approand)yaitu dengan melihat sumber-sumber dana dan penetapannya dan
- Pendekatan alokasi aktiva (assets allocation approach) yaitu penetapan masing-masing jenis dana ke dalam aktiva bank.

Sumber dan Penggunaan Dana Berdasarkan Pendekatan Pusat Pengumpulan Dana (Pool of Funds Approach)
SUMBER & PENGGUNA DANA
(Pool of Funds Approach)
Sumber Dana Pengguna PRIMARY RESERVE AKTIVA TETAP SALAM MUSYARAKAH IJARAH WADI’AH MUDHARABAH MUTHLAQAH MUSYARAKAH DANA POOL MURABAHA MUDHARABAH QARD ISTISHNAH SECONDARY RESERVE SPECIAL PROJEK MUDHARABAH MUQAYYADAH
Sumber dan Alokasi Pendapatan
Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab bagi hasil ,bahwa dana yang telah diperoleh bank akan dialokasikan untuk menghasilkan pendapatan tersebut ,kemudian didistribusikan kepada para nasabah penyimpan .dalam hal ini perlu dipertimbangkan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh bank syari'ah.
a. Sumber Pendapatan Bank Syari'ah
Sesuai dengan akad-akad penyaluran pembiayaan di bank syari'ah,maka hasil penyaluran dana tersebut dapat memberikan pendapatan bank,hal ini dikatakan sebagai sumber-sumber pendapatan bank syari'ah demikian ,sumber pendapatan bank syari'ah dapat diperoleh dari:
1) Bagi hasil atas kontrak mudharabahdan kontrak musyarakah
2) Keuntungan atas kontrak jual beli(al-bai)
3) Hasil sewa atas kontrak ijarah dan ijarah wa iqtina dan
4) Fee dan biaya adminitrasi atas jasa –jasa lainnya.
b. Pembagian Keuntungan (Profit Distribution)
Pendapatan-pendapatan yang dihasilkan dari kontrak pembiayaan ,setelah dikurangi dengan biaya –biaya operasional ,harus dibagi atau didistribusikan antara bank dengan para penyandang dana,yaitu nasabah investasi ,para penabung ,dan para pemegang saham sesuai denagn nisbah bagi hasil yang diperjanjikan .dalam hal ini bank dapat menegosiasikan nisbah bagi hasil atas investasi mudharabah sesuai dengan tipe yang ada ,baik sifatnya maupun jangka waktunya.bank juga dapat menentukan nisbah bagi hasil yang sama atas semua tipe ,tetapi menetapkan bobot (weight) yang berbeda-beda atas setiap tipe investasi yang dipilih oleh nasabah .berdasarkan kesepakatan mengenai nisbah bagi hasil antara bank dengan para nasabah tersebut ,bank akan mengalokasikan penghasilannya dengan tahap-tahap sebagi berikut:
a. Tahap pertama bank menetapkan jumlah relative masing-masing dana simpanan yang berhak atas bagi hasil usaha bank menurut tipenya ,dengan cara membagikan setiap tipe dana-dana dengan seluruh jumlah dan-dana yang ada pada bank dikalikan 100% (seratus persen).
b. Tahap kedua bank menetapkan bank jumlah pendapatan bagi hasil bagi masing-masing tipe dengan cara mengalikan persentase(jumlah relative )dari masing –masing dana simpanan pada huruf a dengan jumlah pendapatan bank.
c. Tahap ketiga bank menetapkan porsi bagi hasil untuk masing-masing tipe dana simpanan sesuai dengan nisbah yang diperjanjikan .
d. Tahap keempat bank harus menghitung jumlah relative biaya operasional terhadap volume dana ,kemudian mendistribusikan beban tersebut sesuai dengan porsi dana masing-masing tipe simpanan.
• Tahap kelima bank mendistribusikan bagi hasil untuk setiap pemegang rekening menurut tipe simpanannya sebanding dengan jumlah simpanannya.
Kesimpulan
Pengertian dari manajemen dana bank syariah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syariah dalam mengelola dan mengatur posisi dana yang diterima dari aktifitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas. Pertumbuhan suatu bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana mayarakat baik yang berskala kecil maupun besar dengan masa pengendapan yang memadahi. Sebagai lembaga keuangan maka dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup maka bank tidak dapat melakukan fungsi-fungsinya sebagai financial intermediary secara maksimal.
Dalam manajemen dana bank syariah dapat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan: (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliaanya (guaranted deposit) tetapi tanpa memperloleh imbalan atau keuntungan. Partisipasi modal berbagi untung dan berbagi resiko (non guaranted account) untuk investasi umum (general investment account/mudharadah mutlaqah) dimana bank akan membayar keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut. Investasi khusus (special investment account/ mudharabah muqayyadah) dimana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atas investasi itu.
Daftar Referensi
Abdullah, D.V., & Chee, K. Islamic Finance: why it makes sense. 2010. Singapore: Marshall Cavendish International Ltd. (AC)
Al-Bashir, M., & Al-Almine, M. Istisna in Islamic banking and finance. 2006. Kuala Lumpur: A.S. Noordeen.(AA)
Ayub, M. Understanding Islamic finance (A-Z Keuangan syariah). 2009. Jakarta: Gramedia. (A)
Brigham, E.F. & Houston, J.F. Essentials of financial management (Dasar-dasar manajemen keuangan). 2007. Jakarta: Salemba Empat. (BH)
Chaudhry, M.Sh. Fundamental of Islamic economic system (Prinsip dasar sistem ekonomi Islam). 2012. Jakarta: Kencana.(Ch)
Eiteman, D.K., Stonehill, A.L., & Moffet, M.H. Multinational business finance (Manajemen keuangan multinasional). 2006. Jakarta: Erlanga.(ESM)
Ghazali, S., Abod, S., Omar, S.; Agil, S., & Ghazali, A.H. An introduction to Islamic economics & finance. 2005. Kuala Lumpur: CERT.(GAO)
Hakim, L. Prinsip-prinsip ekonomi Islam. 2012. Jakarta: Erlangga.(H)
Hossain, A.A. Bank sentral dan kebijakan moneter di Asia-Pasifik. 2010. Jakarta: Rajawali Press.(HA)
Huda, N., & Muti, A, Keuangan Publik Islam : Pendekatan Al-Kharaj (Imam Abu Yusuf). 2011. Jakarta: Yudhistira.(HM)
Huda, N., Wiliasis, R., & Nasution, M.E. Ekonomi makro Islam: pendekatan teoritis. 2008. Jakarta: Prenada Kencana.(HWN)
Huda, N., & Heykal M. Lembaga keuangan lslam. 2010. Jakarta: Prenada Kencana.(HH)
Ismail, R. Islamic banking in Indonesia: new perspectives on monetary and financial issues. 2013. Singapore: John Willey & Son.(IR)
Iqbal, Z., & Mirakhor, A. Pengantar keuangan Islam. 2008. Jakarta: Prenada Kencana.(IM)
Keown, A.J., Martin, J.D., Petty, J.W., Scott, D.F. Financial management: principels and applications (Manajemen keuangan: prinsip dan penerapan. 2011. Jakarta: Indeks.(KMP)
Margaretha, F. Manajemen keuangan. 2011. Jakarta: Erlangga.(M)
Paramasivan, C., & Subramanian, T. Financial management. 2009. New Delhi: New Age International Ltd.(FS)
Syahatah, H. Produk-produk jasa Bank Islam: teori & praktik. 2005. Jakarta: Pusat Kajian Ekonomi Islam ICMI Orsat Jakarta.
Rivai, V., Firmansyah, R., Veithzal, A.P., & Rizqullah. Islamic financial management. 2010. Jakarta: Ghalia.(RFV)
Silvanita, K. Bank dan lembaga keuangan lain. 2009. Jakarta: Erlangga.(S)
Subramanyam, K.R., & Wild, J.J. Financial statement analysis (Analisis laporan keuangan). 2010. Jakarta: Salemba Empat.(SW)
Wisdyaningsih, Perwataatmadja, K., Dewi, G., & Barlinti, Y.S. Bank dan asuransi Islam di Indonesia. 2006. Jakarta: Kencana.(WPD)

STUDI KOMPARASI KINERJA PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN SYARIAH DAN KONVENSIONAL DI JAWA TENGAH

Oleh Dedi Junaedi, Nurul Huda, dan Ranti Wiliasih
Kekhususan Ekonomi dan Keuangan Syariah, Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta.
(Telah terpublikasi di Jurnal Agro Ekonomi Vol 30, No 2, Oktober 2012)
Riset ini bertujuan untuk mengeksplorasi motif pemilihan skema pembiayaan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), mengetahui faktor apa saja yang memengaruhi kinerja PUAP, serta menguji apakah kinerja PUAP syariah berbeda dengan PUAP konvensional di Jawa Tengah tahun 2008-2011. Penelitian dilakukan di Kabupaten Banjarnegara, Banyumas, Jepara, Kendal, dan Kendal selama periode Juli-Desember 2012 Menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan multiple regression dummy variable, 185 manajer LKMA PUAP menjadi responden penelitian ini dengan pendekatan purposive sampling. Hasil riset menunjukkan PUAP syariah dipilih karena motif pertimbangan agama (40,6%), sementara LKMA PUAP konvensional dipilih alasan praktis (35,3%) dan ekonomi (30,2%). Variabel bebas skema pembiayaan (Sharia), usia LKMA, jumlah anggota, usia dan pendidikan manajer, modal, biaya, kredit, utang, dan kawasan secara simultan berpengaruh nyata terhadap kinerja LKMA. Secara parsial, pengaruh setiap variabel bebas terhadap kinerja bervariasi. Dari sisi likuiditas (Quick Ratio) dan profitabilitas (NPM), kinerja PUAP syariah relatif lebih baik dari yang konvensional. Skema syariah hanya berkorelasi negatif dengan kinerja aktivitas (ATO). Dan, terhadap kinerja solvabilitas (DER), syariah dan konvensional tidak berbeda nyata.
Kata Kunci:
Agribisnis, bantuan langsung masyarakat, lembaga keuangan mikro, PUAP, syariah.
ABSTRACT
The objective of this research is to explore the motives in selecting financial scheme for rural agribusiness development (PUAP), to learn about the factors that affected the PUAP performance, to assess the difference in the performancebbetween the conventional PUAP and the sharia PUAP in Central Java,2008-2011. The study was conducted in Banjarnegara district, Banyumas, Jepara, Kendal and Kendal during the period from July to December 2012.Utilizing qualitative and quantitative method with a dummy variable multiple regression approach, 185 LKMA PUAP managers becomes the research responded with purposive sampling approach. Research shows that PUAP Sharia was chosen for a religious consideration (40.6%), while conventional PUAP LKMA was selected based on practical reasons (35.3%) and economy (30.2%). Free financing schemes (sharia) variable, LKMA age, number of members, managers age and education, capital, cost of credit, debt, and region are simultaneously and significantly affected the LKMA performance. Partially, the effect of each independent variable on the performance are varies. From the liquidity (quick ratio) and profitability (NPM) point of view, the sharia PUAP has shown a better performance than the conventional PUAP. The Sharia scheme only showed a negative correlation to the performance of the activity (ATO). While on the performance of solvency (DER), the sharia and the conventional shows no difference.
Keywords:
Agribusiness, direct aid societies, microfinance, PUAP, Sharia.
PENDAHULUAN
Perekonomian Indonesia tumbuh positif dari tahun ke tahun. Namun, jumlah penduduk miskin masih relatif tinggi. BPS mencatat, tahun 2012 jumlah penduduk miskin ada 29,13 juta jiwa (BPS, 2012). Dari jumlah tersebut, sekitar 18,48 juta jiwa atau 63,4% hidup sebagai petani di perdesaan. Mengingat mayoritas penduduk miskin adalah petani, maka pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan perdesaan memiliki peran strategis. Di antara permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses petani kepada sumber permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi tani yang masih lemah (Apriyantono, 2009). Untuk mengatasi permasalahan ini,Departemen Pertanian (kini Kementerian Pertanian) menggulirkan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) sebagai satu solusi untuk membantu pengembangan usaha tani yang umumnya profitable tetapi belum bankable. Terinspirasi keberhasilan Yunus mengembangkan Grameen Bank di Bangladesh, PUAP merupakan program rintisan untuk menumbuhkembangkan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) dengan prinsip bagi hasil atau skema profit loss sharing (syariah).
PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha bagi petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani yang dikoordinasikan oleh gabungan kelompok tani (Gapoktan). Dalam Petunjuk teknisnya disebutkan bahwa dana bantuan langsung masyarakat (BLM) Rp 100 juta per desa/gapoktan menjadi modal awal bagi unit usaha simpan pinjam milik Gapoktan. Tumbuh dan berkembangnya LKMA PUAP menjadi indikator penting keberhasilan program PUAP secara keseluruhan.
Selama periode 2008-2011, PUAP telah dilaksanakan di 38.123 desa/gapoktan sebagai pusat pertumbuhan usaha agribisnis di pedesaan (Hendriawan, 2011). Dalam perjalanannya, Gapoktan PUAP ternyata memiliki kinerja opersional yang bervariasi. Ada yang berkembang pesat dan tumbuh menjadi LKMA, ada yang masih berusaha tumbuh menjadi LKMA, ada yang jalan di tempat masih sebagai Gapoktan pelaksana simpan-pinjam anggota.
Menurut hasil evaluasi Tim PUAP Pusat, kini sudah terbentuk sekitar 3.000 LKMA yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia (Hendriawan, 2011). Sebagian besar LKMA itu beroperasi seperti koperasi, menerapkan skema bunga pinjaman dan iuran anggota. Sementara sebagian kecil lainnya beroperasi dengan skema bagi hasil (profit loss sharing) atau sistem keuangan syariah.(Sudaryanto, 2009).
Permasalahan yang menarik untuk dicermati ialah bahwa dari 4665 Gapoktan PUAP selama periode 2008-2011, hampir separuhnya (2267) sudah berbentuk LKMA. Jumlah ini setara dengan 75,6% populasi LKMA PUAP secara nasional. Dari jumlah itu, sekitar 287 atau 12,66% LKMA di Jateng beroperasi dengan skema pembiayaan syariah. Sisanya, 82,34% beroperasi seperti LKMA konvensional, memakai skema bunga pinjaman. Berdasarkan data dan fakta tersebut, maka, timbul pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apa saja yang menjadi motif Gapoktan di Jawa Tengah dalam memilih LKMA dengan skema syariah atau konvensional
2. Faktor apa saja yang memengaruhi kinerja LKMA PUAP dengan skema syariah atau konvensional di Jawa Tengah?
3. Apakah ada perbedaan kinerja antara LKMA PUAP skema syariah dengan LKMA PUAP skema konvensional di Jawa Tengah?
Penelitian ini ditujukan untuk:
1. Mengetahui motif pemilihan LKMA PUAP dengan skema syariah atau LKMA PUAP dengan skema konvesional di Jawa Tengah.
2. Mengetahui dan mengeksplorasi faktor-faktor yang memengaruhi kinerja keuangan LKMA PUAP dengan skema syariah dan konvensional di Jawa Tengah.
3. Membandingkan kinerja antara LKMA PUAP skema syariah dengan LKMA PUAP dengan skema konvensional di Jawa Tengah.
KERANGKA PEMIKIRAN
LKMA adalah lembaga keuangan mikro yang tumbuh dari Gapoktan PUAP dengan fungsi utama mengelola aset dasar dari dana PUAP dan dana swadaya angggota (Kementerian Pertanian, 2010). Dana yang dikelola LKMA dimanfaatkan secara maksimal untuk membiayai usaha agribisnis anggota dengan skema pembiayaan konvensional (sistem bunga pinjaman) dan skema syraiah (profit loss sharing) atau sistem bagi hasil. LKMA pada dasarnya merupakan bagian dari lembaga keuangan mikro yang tugas utamanya memberi fasilitas pinjaman atau pembiayaan usaha agribisnis untuk para anggota kelompok tani.
Gambar 1 Skema Komparasi Kinerja PUAP Syariah dan Konvensional Pengukuran kinerja aspek managemen pengelolaan LKMA pada Gapoktan merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui pola pengelolaan keuangan (manajemen keuangan) di tingkat Gapoktan PUAP oleh pengurus (Hendriawan, 2012). Bagaimana mengukur kinerja LKM? Hussein (2010) menawarkan tiga indikator penting. Pertama, kinerja ROA atau Return on Asset; kedua, nilai Tobin Q yang dihitung dari equitas dibagi laba bersih; dan ketiga, likuiditas yang didekati dengan menghitung rasio aset atas liabilitasnya atau Rasio Lancar. Kinerja LKM juga dapat dilihat dari besarnya tingkat kepercayaan yang ditunjukkan oleh rasio tabungan datau depositnya. Besarnya deposit menunjukkan tingginya kepercayaan nasabah atau anggota terhadap LKM-nya. Zohra Bi dan Pandey (2011) menawarkan neraca laba-rugi, kredit macet, dan rasio kecukupan modal sebagai indikator penting menilai kinerja LKM di India.
Dalam menilai kinerja sebuah lembaga usaha, Keown (2011) menawarkan empat katagori kinerja, yaitu: Likuiditas (Rasio Lancar, Rasio Cepat), Profitabilitas (diwakili Net Profit Margin (NPM), Gross Profit Margin (GPM), Operating Profit Margin (OPM), Solvabilitas (diwakili Debt Asset Ratio (DAR), Debd Equity Ratio (DER), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Pengembalian Ekuitas (diwakili Return on Equity (ROE), Return on Asset (ROA)). Subramanyam (2010) dan Margaretha (2011) menambahkan aspek Aktivitas seperti perputaran penjualan per aset (Asset Turn Over (ATO)) dan rasio biaya per pendapatan Expense Ratio (X/R).
LKM syariah, menurut Rahman (2007), cukup efektif menciptakan lapangan kerja dan menurunkan kemiskinan di sejumlah negara berkembang. Mudarabah, musharakah, murabahah, ijarah termasuk skema pembiayaan yang umum dilayani LKM Syariah di Malaysia.
STUDI TERDAHULU Penelitian Khandker terhadap Grameen Bank di Bangladesh menyimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang saling berkaitan sehubungan dengan kelangsungan hidup dan kinerja lembaga kredit mikro yaitu faktor keuangan, institusi, nasabah dan kondisi ekonomi (Khandker et al, 1995). Secara spesifik berdasarkan hasil penelitian terhadap dua jenis LKM di Indonesia, Kaluge menyimpulkan bahwa kesinambungan hidup lembaga kredit mikro tergantung pada tingkat keuntungan yang dipengaruhi oleh faktor besarnya penerimaan, biaya operasional, tingkat angsuran, besarnya bunga pinjaman dan tingkat efisiensi usaha. (Kaluge,2008).
Sudaryanto dan Sunarja (2009) mendapatkan fakta bahwa penggunaan dana BLM PUAP dan perkembangan Gapoktan beragam, tergantung dari kondisi awal pembentukan Gapoktan. Kinerja Gapoktan yang baik dan maju umumnya adalah Gapoktan yang berasal dari kelompok tani bekas binan program sebelumnya seperti Primatani, P4K, PIDRA, Desa Mandiri Pangan dan kelompok tani BLM lainnya. Pada Gapoktan bentukan baru, pengunaan dana BLM PUAP terkesan hanya bagi-bagi bantuan akibat rendahnya SDM pengurus Gapoktan.
Rivai (2010) melakukan riset evaluasi dan penyusunan desa calon lokasi PUAP. Mereka menumukan fakta bahwa seluruh Gapoktan mampu mengembangkan kegiatan usaha simpan pinjam. Namun, perguliran dana bantuan menunjukan keragaman, tergantung pada dinamika manajemen dan kemampuan Gapoktan sebagai lembaga usaha agroibisnis bertujuan komersial. Kamira, Noer dan Tan (2011) dari Universitas Andalas secara khusus melakukan riset evaluasi pelaksanaan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di Kota Padang, Sumatra Barat. Hasilnya, pelaksanaan program PUAP di Kota Padang belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.
Kinerja lembaga pembiayaan pedesaan bisa dilihat dari dua sisi yaitu sisi pencapaian sasaran (outreach) dan segi kelangsungan hidup lembaga (sustainability). Dari hasil penelitian di Jawa Timur, Zain (2001) mengemukakan bahwa terdapat 4 (empat) indikator yang bisa digunakan untuk menilai kinerja lembaga kredit mikro yaitu: stabilitas dan kinerja usaha nasabah, pendapatan dan asset anggota binaan, derajat ketergantungan nasabah pada rentenir, dan stabilitas kelangsungan hidup lembaga. Dia mengemukakan bahwa lembaga kredit mikro yang mempunyai kinerja tinggi adalah lembaga yang jumlah nasabahnya semakin banyak dengan nilai pinjaman yang semakin besar, pelayanannya semakin mudah dijangkau, nilai asetnya semakin besar, nilai tabungan anggota binaan semakin tinggi, dan tingkat pengembalian pinjaman yang tinggi.
Penelitian Khandker dan Farugee (2001) terhadap Grameen Bank di Bangladesh mengemukakan bahwa terdapat 4 (empat) konsep yang saling berkaitan sehubungan dengan kelangsungan hidup dan kinerja lembaga yaitu : viabilitas keuangan, viabilitas ekonomi, viabilitas institusi, dan viabilitas nasabah. Hasil penelitian Bank Dunia terhadap 200 lembaga kredit mikro, selama periode 1995-1996, menemukan bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi kesuksesan lembaga adalah kondisi makro ekonomi yang kondusif, perkembangan lembaga yang terkontrol, mobilisasi dana dan pengendalian biaya (Ledgerwood, 1999).
Penelitian Kaluge, Susanto dan Dwiyoso (2008) terhadap dua model lembaga kredit mikro di Indonesia pada tahun 2001 menyimpulkan bahwa kesinambungan hidup lembaga kredit mikro sangat tergantung kepada besarnya biaya operasional dan penerimaan, dimana kedua faktor ini secara bersama-sama menentukan tingkat keuntungan. Secara rinci dikemukakan bahwa besarnya penerimaan/revenue, besarnya biaya operasional, tingkat angsuran, tingkat bunga pinjaman dan tingkat efisiensi merupakan varibel-variabel yang mempengaruhi kinerja dan kelangsungan hidup lembaga.
Yasin (2011) melakukan riset PUAP di Kabupaten Karawang. Hasilnya menyimpulkan bahwa Gapoktan penerima dana PUAP memiliki nilai R/C lebih tinggi sebesar 22,2%, sehingga secara ekonomi lebih menguntungkan dari pada Gapoktan Non PUAP. Anita dan Susilawati (2011) melakukan riset dampak PUAP di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Tengah. Hasilnya menyimpulkan bahwa dana BLM-PUAP sebagai tambahan modal bagi petani sangat berpengaruh terhadap pendapatan. Penelitian Rusbiana (2010) di Kabupaten 50 Kota, Sumbar, menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Menurutnya, adanya bantuan PUAP tidak mempengaruhi kegiatan usaha tani setempat.. Meski begitu, para petani merasakan manfaat lain, yakni ada kemudahan mendapat pinjaman dengan skema pengembalian yang jauh lebih ringan daripada pinjaman melalui rentenir.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini berusaha mengeksplorasi motif dan alasan Gapoktan memilih skema pembiayaan LKMA, membandingkan kinerja keuangan antara LKMA PUAP syariah dan LKMA PUAP konvensional, serta mendalami faktor-faktor apa saja yang berpengaruh nyata terhadap kinerja keuangan LKMA PUAP syariah dan konvensional.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini mennggunakan kombinasi analisis kualitatif dan analisis kuantitatif (ekonometrika). Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif dipakai untuk menjawab pertanyaan penelitian nomor satu. Analisis ini dipakai untuk menjelaskan motif pemilihan skema pembiayaan LKMA, dilengkapi dengan sajian data dalam bentuk tabel dan grafik.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian nomor dua dan tiga digunakan analisa kuantitatif (ekonometrika). Analisis yang dipakai adalah analisis multiple regression dummy variabel dengan menggunakan panel data cross section, dilakukan untuk menelaah pengaruh skema pembiayaan syariah, umur lembaga gapoktan, jumlah anggota, jumlah penyertaan modal, jumlah pembiayaan, pendidikan manajerm serta keragaman kawasan terhadap kinerja keuangan LKMA yang terwakili oleh indikator likuiditas (Rasio Lancar), profitabilitas (NPM), aktivitas (ATO), dan solvabilitas (DER). Uji dan analisis statistik dilakukan menggunakan software SPSS 17.0.
Data yang digunakan adalah gabungan dari data primer dan data sekunder. Data primer dari lapangan adalah data terbaru laporan keuangan masing-masing sampel antara lain tentang jumlah anggota/nasabah, jumlah simpanan (pokok, wajib dan sukarela), penyertaan dana pihak ketiga, besarnya pembiayaan/total pendanaan/pinjaman yang disalurkan, pendapatan usaha simpan pinjam, jasa pinjaman, biaya operasional, laba usaha, bagi hasil atau SHU (sisa hasil usaha), kredit macet, dan jumlah aset. Motif dan alasan pemilihan skema pembiayaan, identitas, usia dan pendidikan manajer pengelola LKMA termasuk data yang dieksplorasi melalui survey angket dan FGD (Focus Group Discussion). Jumlah sampel 185 yang tersebar di lima kabupaten: Banjarnegara, Banyumas, Jepara, Kendal, dan Purbalingga.
Untuk analisa deskriptif dilakukan wawancara terstruktur dengan sampel purposif dan skema focus group discussion (FGD) dengan kuestioner tertentu. Kepada setiap sampel (35-40 per kabupaten) diajukan pilihan motif dan alasan pemilihan skema pembiayaan. Ada empat kelompok motif yang ditawarkan: motif agama (sesuai akidah, satu bentuk ibadah, ladang mencari pahala, dan sarana mencari berkah); motif ekonomi (mencari untung, nyaman, transaksi yang adil), motif praktis (mudah, praktis dan aman), motif relasi (pengaruh teman, keluarga, pembina, pimpinan). Masing-masing diukur dengan skala Likert 1-5 untuk katagori: sangat tidak sesuai, tidak sesuai, agak sesuai, sesuai, sangat sesuai.
Provinsi Jawa Tengah dipilih menjadi lokasi penelitian karena dua pertimbangan. Pertama, lebih dari separuh LKMA PUAP ada di kawasan ini. Kedua, wilayah ini memiliki keragaman populasi LKMA PUAP syariah dan PUAP konvensional yang menarik. Yakni ada wilayah dominan LKMA PUAP syariah seperti Kabupaten Purbalingga. Ada wilayah dominan LKMA konvensional seperti Kabupaten Banjarnegara dan Banyumas. Ada yang wilayah di antara dua ekstrim, dimana LKMA syariah dan konvensional relatif berimbang, seperti Kabupaten Jepara dan Kendal. Pemilihan wilayah sampel dilakukan secara purposif berdasarkan proporsi keragaman skema pembiayaan.
Data yang terkumpul selanjutnya dikelompokkan menjadi variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen). Variabel terikat adalah kinerja keuangan LKMA yang terdiri atas: aspek Likuiditas diwakili Rasio Lancar (Aset Lancar/Kewajiban Lancar)); Solvabilitas diwakili Debt to Equity Ratio (DER) atau Rasio Utang/Ekuitas, Aktivitas diwakili Asset Turn Over (ATO) atau rasio Penjualan/Aset; Profitabilitas diwakili Net Profit Margin (NPM) atau rasio Laba Bersih/Penjualan.
Variabel bebas ada sembilan, terdiri dari lima variabel numerik (usia lembaga, modal, biaya, pendanaa, utang); serta tiga variabel dummy (pendidikan manajer, skema pembiayaan dan kawasan). Jumlah modal sendiri bisa dirinci menjadi modal awal (dana BLM), modal sendiri (simpanan anggota), dan modal penyertaan (simpanan) pihak ketiga. Dalam menganalisis pengaruh motif dalam pemilihan skema LKMA, peneliti mengajukan Model Ekonometrika (Motif) sebagai berikut:
MOTIF1-4 = β₀ + β₁Sharia + β₂U-LKMA + β₃Anggota1 + β₄Anggota2 + β₅Didik1 + β₆Didik2 + β₇Usia1 + β₈Usia2 + β₉Kab1 + β₁₀Kab2 + β11Kab3 + β12KKab4 + Ɛ
Model ini dipakai untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi macam-macam motif pemilihan skema pembiayan LKMA PUAP syariah dan konvensional. Variabel terikat MOTIF1-4 ada empat macam motif, yaitu: M1-Agama (motif karena pertimbangan agama), M2-Eko (motif karena pertimbangan ekonomi), M3-Prak (motif karena pertimbangan Praktis), dan M4-Rel (motif karena pertimbangan relasi).
Dalam menganalisis pengaruh motif dalam pemilihan skema LKMA terhadap kinerja keuangan, peneliti mengajukan Model Ekonometrika (KINERJA) sebagai berikut:
KINERJA1-4 = β₀ + β₁Sharia + β₂U-LKMA + β₃Anggota1 + β₄Anggota2 + β₅Usia1 + β₆Usia2 + β₇Didik1 + β₈Didik2 + β₉Modal1 + β₁₀Biaya + β11Utang + β12Kredit + β13Kab1 + β14Kab2 + β14Kab3 + β14Kab4 + Ɛ
Model ini dipakai untuk melihat pengaruh sejumlah variabel bebas terhadap sejumlah kinerja LKMA antara lain dari sisi Aktvitas (ATO), Profitabilitas (NPM), Rentabilitas (ROE), dan Likuiditas (Rasio Lancar).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari 185 sampel penelitian, ada 69 (37,3%) LKMA beroperasi dengan skema syariah, dan 116 (62,7%) beroperasi dengan skema konvensional. Seluruh responden di Kabupaten Purbalingga adalah LKMA yang beroperasi dengan skema pembiayaan syariah. Di Kabupaten Banyumas, ada 36 sampel LKMA yang mengisi kuesioner, tiga sampel atau 8,3% dari populasi sampel beroperasi dengan skema syariah. Di kabupaten lain, porsi LKMA syariah berturut-turut adalah 19,4% (Banjarnegara), 26% (Kendal), dan 34,2% (Jepara).
Motif Pemilihan Skema Pembiayaan
Tabel 1 Motif Pemilihan Skema LKMA PUAP Jumlah/Nilai Motif Agama Motif Ekonomi Motif Praktis Motif Relasi Syariah 28 (40,6%) 17 (24,6%) 11 (15,9%) 13 (18,8%) Konvensional 15 (12,9%) 35 (30,2%) 41 (35,3%) 25 (21,6%) Sumber: Kuesioner, data diolah (Desember 2012)
Data hasil penelitian (Tabel 1) menunjukkan, 40,6% responden memilih pertimbangan agama sebagai motif pemilihan skema syariah, Responden lainnya, 24,6% memilih skema syariah karena motif ekonomi, 18,8% memilih skema syariah karena pengaruh relasi, dan 15,9% responden memilih skema syariah karena alasan praktis. Hasil FGD mengungkapkan bahwa PUAP syariah dalam persepsi responden dipilih karena skema ini lebih sesuai tuntutan akidah dan sebagai bentuk manifestasi ibadah. Selain itu, dengan memilih LKMA PUAP syariah responden berharap mendapat pahala, keberkahan dan kemaslahatan.
Tabel 2 Uji Anova Motif Pemilihan Skema LKMA PUAP
Gabungan Syariah Konvensional M-Agama F 48,777 4,594 1,257 Sig 0,000a 0,000a 0,264a M-Ekonomi F 3,713 1,851 3,567 Sig 0,000a 0,066a 0,000a M-Praktis F 1.765 1,691 1,731 Sig 0,042a 0,099a 0,083a M-Relasi 3.314 F 2,587 1,432 3,145 Sig 0,001a 0,184a 0,001a Sumber: Kuesioner, data diolah (Desember 2012)
Di lain pihak, para responden LKMA konvensional menunjukkan motif yang berbeda. Sekitar 35,3% responden memilih skema konvensional karena alasan praktis dan 30,2% responden memilih karena pertimbangan ekonomi. Motif pertimbangan relasi dipilih oleh 21,6% responden, dan hanya 12,9% responden memilih skema konvensional karena alasan pertimbangan agama.
Di mata responden, LKMA PUAP konvensional lebih praktis, aman, dan akrab dengan kebiasaan keseharian nasabah. Selain itu, mereka memiliki persepsi LKMA PUAP secara ekonomi lebih menjanjikan keuntungan, keadilan dan kenyamanan berusaha bagi para nasabah. Terlihat dari 65% responden mengaku memilih PUAP konvensional karena pertimbangan praktis dan ekonomi. Faktor relasi menjadi pertimbangan penting bagi 21,6% responden dalam memilih PUAP konvensional, sementara pertimbangan agama hanya diperhitungkan sebagai faktor motif oleh dipilih oleh 12,9% responden.
Uji F (Anova) menggunakan SPSS 17.0 menunjukkan bahwa variabel umur lembaga (ULKMA), usia manajer (Usia1, Usia2), pendidikan manajer (Didik1, Educ2), Modal, Utang, Biaya, Kredit, dan keragaman kawasan (Kab1, Kab2, Kab3, dan Kab4) secara simultan berpengaruh nyata terhadap semua motif pemilihan skema pembiayaan LKMA PUAP gabungan, tanpa membedakan PUAP syariah atau konvensional (Tabel 2).
Kinerja LKMA
Dari hasil uji F (Tabel 3), tampak bahwa secara simultan variabel-variabel bebas -- Usia LKMA, Modal, Utang, Biaya, Kredit, Skema Pembiayaan (Sharia), Jumlah Anggota, Usia Manajer, Pendidikan Manajer, serta Perbedaan Kawasan -- berpengaruh nyata terhadap semua variabel terikat yang diuji. Ini berlaku untuk uji F dengan sampel gabungan (sampel LKMA syariah dan LKMA konvensional digabung), maupun hasil Uji F dengan sampel homogen (sesama LKMA syariah atau sesama LKMA konvensional).
Dari Uji F juga diperoleh gambaran bahwa secara relatif pengartuh simultan variabel bebas terhadap kinerja LKMA syariah tampak lebih kuat pada kinerja Solvabilitas (DER) dan Aktivitas (ATO). Demikian juga pengaruh simultan variabel bebas terhadap kinerja LKMA konvensional tampak lebih kuat pada kinerja Solvabilitas (DER) dan Aktivitas (ATO). Sementara itu, pengaruh simultan variabel bebas terhadap kinerja Profitabilitas (NPM) menunjukkan kecenderungan yang relatif sama antara LKMA PUAP syariah dan LKMA PUAP konvensional.
Tabel 3 Uji Anova Kinerja LKMA PUAP
Gabungan Syariah Konvensional Aktivitas (ATO) F 47,853 25,022 95,472 Sig 0,000a 0,000a 0,000a Profitabilitas (NPM) F 19,438 6,159 6,521 Sig 0,000a 0,000a 0,000a Solvabilitas (DER) F 10254,599 1304,729 9614,678 Sig 0,000a 0,000a 0,000a Likuiditas(Rasio Lancar) F 26,798 16,211 13,968 Sig 0,000a 0,000a 0,000a Sumber: Kuesioner, data diolah (Desember 2012 )
Secara parsial, berdasarkan hasil uji t, masing-masing variabel bebas memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kinerja LKMA PUAP. Variabel Sharia, jumlah Anggota, usia manajer (Usia), Modal, Biaya, Utang dan Kawasan berpengaruh signifikans terhadap kinerja Likuiditas (Rasio Lancar). Kinerja Aktivitas (ATO) dipengaruhi oleh variabel Sharia, Modal, Kredit, Biaya, usia LKMA (ULKMA), jumlah Anggota dan Kawasan. NPM (kinerja Profitabilitas) dipengaruhi oleh variabel Sharia, Pendidikan manajer, Kawasan, Utang, Biaya, Anggota, dan Usia manajer. Dan, Kinerja Solvabilitas (DER) dipengaruhi oleh Sharia, Modal, Utang, Kawasan, dan ULKMA.
Dari model ekonometrika diperoleh gambaran bahwa jika ingin meningkatkan kinerja Rasio Lancar LKMA PUAP, maka yang perlu dilakukan adalah memperbaiki tingkat pendidikan manajer, memberlakukan skema pembiayaan syariah, kemudian mengurangi utang dan biaya, serta menambah modal usaha.
Untuk meningkatkan kinerja rasio NPM dari LKMA PUAP yang perlu dilakukan adalah memberlakukan skema syariah, memperbaiki tingkat pendidikan manajer, memperbaiki struktur biaya, serta lebih hati-hati dalam pendanaan atau pemberian pinjaman pada nasabah.
Untuk kinerja profitabilitas (NPM), solvabilitas (DER), dan Rasio Lancar (CR) antara LKMA syariah dan LKMA konvensional benar berbeda. Sementara itu, perbedaan antara rasio ATO LKMA syariah dan ATO LKMA konvensional ternyata tidak berbeda secara statistik. Jadi, indikasi negatif dari kinerja ATO LKMA syariah (pada uji t) tidak dikonfirmasi oleh uji beda.
Dibanding kawasan lainnya, lingkungan usaha di Kabupaten Purbalingga terbilang paling kondusif. Komunikasi dan koordinasi antara Dinas Pertanian dan Badan Pelaksana Penyuluhan serta PMT sebagai pembina LKMA terjalin baik dan saling mendukung. Dari hasil diskusi FGD diketahui pula bahwa interaksi dan komunikasi antara PMT dengan pengelola LKMA PUAP sudah rutin berjalan. Ada forum tiga bulanan yang mempertemukan PMT, Penyuluh, dan Manajer LKMA. Secara admistrasi laporan keuangan masing-masing LKMA terdata cukup rapi dan menggunakan sofware yang sama.
Data riset menunjukkan faktor biaya operasional di Kabupaten Purbalingga relatif paling tinggi dibanding wilayah lainnya. Rata-rata biaya operasional per tahun LKMA PUAP di Purbalingga adalah Rp 6,56 juta, sementara biaya operasional rata-rata LKMA di kawasan lain sekitar 4-6 juta rupiah per tahun. Dalam diskusi FGD diketahui rata-rata honor manajer LKMA di Purbalingga sudah di atas Rp 500 ribu per bulan.Honor rata-rata manajer di kawasan lain, umumnya masih berkisar Rp 300-500 ribu per bulan.
Pengaruh utang terhadap DER tampak jauh lebih kuat dari pengaruh pendidikan, kawasan, biaya dan modal. Maka, untuk menurunkan rasio DER, langkah yang diperlukan pertama-tama adalah menuunkan porsi utang, lalu menambah modal dan memperbaiki struktur biaya operasional. Langkah berikutnya yang bisa diambil adalah memperbaiki lingkungan usaha yang kondusif seperti di Kabupaten Banyumas. Di wilayah ini, unsur aparat desa ikut aktif mempromosikan keberadaan PUAP. Bahkan, sebagaimana terungkap dalam FGD di Banyumas, sejumlah kepala desa dilaporkan meminjamkan fasilitas kantor untuk mendukung operasional LKMA PUAP. Ada kepala desa yang bahkan memberi garansi personal kepada warga yang mau menyimpan dananya di LKMA PUAP setempat.
Perbandingan untuk kinerja ROE, NPM, dan QR antara 2 (dua) skema LKMA bertanda positif. Artinya ROE, NPM dan QR LKMA syariah lebih tinggi dari NPM dan CR LKMA konvensional. Sementara perbandingan antara DERs dan DERk menunjukkan tanda negatif. Ini juga merupakan indikasi kinerja positif untuk LKMA syariah. Dengan demikian, dari uji beda dapat disimpulkan bahwa kinerja LKMA syariah memang relatif lebih baik dari kinerja LKMA konvensional.
Tabel 4 Hasil Uji Paired Samples Test Kinerja LKMA
Kinerja Syariah - Konvensional Mean T Df Sig. (2-tailed) Pair 1 NPM-S - NPM-K .06472 9.647 68 .000 Pair 2 DER-S - DER-K -.08249 -4.124 68 .000 Pair 3 ATO-S - ATO-K .04601 .558 68 .579 Pair 4 CR--S - CR-K .65685 3.640 68 .001 Sumber: Kuesioner, data diolah (Desember 2012 )
Dari uji statistik (Tabel 4) menunjukkan bahwa pengaruh skema syariah menunjukkan tanda positif untuk kinerja NPM, dan Rasio Lancar. Tanda positif untuk rasio NPM dan Rasio Lancar menunjukkan bahwa untuk kinerja profitabilitas dan likuiditas, LKMA syariah lebih baik dari LKMA konvensional. LKMA syariah lebih menjanjikan prospek keuntungan yang lebih tinggi. Demikian pula dalam hal kemampuan membayar semua kewajiban-kewajiban lancarnya.
Skema syariah menunjukkan kecenderungan yang negatif untuk kinerja DER. Artinya LKMA syariah punya ketergantungan yang lebih rendah terhadap utang dalam menjalankan operasional usaha simpan pinjamnya. Ini tentu merupakan indikasi positif bagi LKMA syriah.
Hasil uji beda menunjukkan, dalam hal kinerja aktivitas dengan indikator rasio ATO, antara skema syariah dan konvensional tidak berbeda nyata. Jadi pengaruh skema syariah terhadap ATO tidak bisa diambil keputusan karena level kepercayaannya rendah. Meski begitu, secara rata-rata, kinerja aktivitas LKMA syariah cenderung lebih baik. Akhirnya, dengan data, fakta, dan analisis riset ini dapat disimpulkan bahwa di Jawa Tengah, terutama di Kabupaten Banjarnegara, Banyumas, Jepara, Kendal dan Purbalingga, LKMA PUAP syariah memiliki rata-rata kecenderungan kinerja yang relatif lebih baik dari LKMA PUAP konvensional.
Fakta riset telah menunjukkan bahwa dari sisi kinerja keuangan LKMA syariah lebih baik dari yang konvensional. Di sisi lain, kita juga mendapatkan realitas bahwa populasi LKMA syariah masih kalah jauh dari LKMA konvensional. Apa yang bisa dijelaskan dari fenomena unik dan menarik ini? Keberadaan LKMA syariah dalam peta LKMA PUAP di Indonesia ini seperti barang bagus yang belum banyak dipilih orang karena sebagian besar orang tidak mengetahui barang itu betul-betul bagus dan sangat diperlukan. Atau orang tahu barang itu bagus, tapi tidak tahu dimana dan bagaimana cara mendapatkannya. Kurangnya sosialisasi dan terbatasnya akses terhadap pasar merupakan faktor utama yang bisa menjelaskan mengapa LKMA syariah belum menjadi pilihan utama. Dari diskusi di forum-forum FGD di lima kabupaten sampel, terungkap bahwa banyak manajer LKMA mengakui tidak paham tentang karakteristik dan kelebihan syariah dibanding konvensional. Yang mereka rasakan adalah untuk mengelola LKMA dengan skema syariah butuh persiapan dan pelatihan yang lebih lanjut. Di wilayah sekitar keberadaan PUAP tidak banyak ditemukan contoh praktik muamalah berskema syariah. Yang umumnya mereka kenal adalah praktik simpan pinjam ala koperasi dan pinjaman lewat rentenir.
Pada tahap awal penyaluran dana BLM PUAP diakui oleh para responden ada pelatihan singkat. Pelatihan itu dirasakan masih sangat singkat, dengan materi yang yang bersifat normatif dan umum, belum menyentuh muatan spesifik tentang kelebihan dan kekurangan masing-masing skema pembiayaan. Sebagian besar responden menyatakan tidak ada arahan dan bimbingan khusus tentang seluk-beluk LKMA syariah. Hanya sejumlah responden di Kabupaten Purbalingga yang menyatakan ada bimbingan dari PMT (Penyelia Mitra Tani) yang memiliki pengetahuan dan pengalaman mengelola BMT dan atau koperasi syariah.
KESIMPULAN
Berdasarkan pertanyaan penelitian, hasil analisis dan pembahasan atas data penelitian, maka dapat disimpulkan: 1. LKMA PUAP syariah dipilih karena pertimbangan agama (40,6%), pertimbangan ekonomi ( 24,6%), pertimbangan relasi (18,8%) dan karena alasan praktis (15,9%). Sementara LKMA PUAP konvensional dipilih alasan praktis (35,3%), pertimbangan ekonomi (30,2%), pertimbangan relasi (21,6%) dan hanya 12,9% responden memilih karena pertimbangan agama. Dalam persepsi responden, LKMA PUAP syariah dinilai lebih sesuai tuntutan akidah, bentuk manifestasi ibadah, ladang harapan mendapat pahala, keberkahan dan kemaslahatan. LKMA PUAP konvensional dinilai lebih praktis, aman, dan akrab dengan kebiasaan keseharian anggota. Hasil uji statistik menunjukkan motif pemilihan skema pembiayaan LKMA dipengaruhi secara nyata oleh skema pembiayaan (Sharia), tingkat pendidikan (Didik), dan perbedaan kawasan (Kab). Motif pemilihan skema juga berbeda antara responden pemilih LKMA syariah dan responden pemilih LKMA konvensional.
2. Faktor yang mempengaruhi kinerja LKMA PUAP syariah dan konvensional secara simultan adalah skema pembiayan, usia LKMA, jumlah anggota, usia dan pendidikan manajer, modal, biaya, kredit, utang, dan kawasan. Secara parsial masing-masing variabel bebas memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kinerja LKMA PUAP. Variabel Sharia, jumlah Anggota, usia manajer (Usia), Modal, Biaya, Utang dan Kawasan berpengaruh signifikans terhadap kinerja Likuiditas (Rasio Lancar). Kinerja Aktivitas (ATO) dipengaruhi oleh variabel Sharia, Modal, Kredit, Biaya, usia LKMA (ULKMA), jumlah Anggota dan Kawasan. NPM (kinerja Profitabilitas) dipengaruhi oleh variabel Sharia, Pendidikan manajer, Kawasan, Utang, Biaya, Anggota, dan Usia manajer. Dan, Kinerja Solvabilitas (DER) dipengaruhi oleh Sharia, Modal, Utang, Kawasan, dan ULKMA.
3. Kinerja antara LKMA syariah dengan LKMA konvensional berbeda. Nilai kinerja Profitabilitas (NPM), Likuiditas (Rasio Lancar), dan Solvabilitas (DER) LKMA syariah lebih baik dari konvensional. Untuk kinerja ATO antara LKMA syariah dan konvensional tidak signifikans perbedaannya, meski secara rata-rata ATO LKMA PUAP syariah sedikit lebih baik. Maka, dapat dikatakan, di Jawa Tengah, kinerja LKMA PUAP syariah lebih baik dari LKMA PUAP konvensional..
SARAN
Merujuk kepada hasil riset ini, peneliti dapat menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Skema LKMA PUAP syariah belum menjadi pilihan karena beberapa alasan: minimnya informasi yang memadai tentang cetak biru pengelolaan LKMA PUAP berbasis syariah, terbatasnya jumlah SDM yang kompeten, dan kurang intensifnya komunikasi antara manajer dan PMT maupun antar PMT dan pembina teknis di kabupaten dan provinsi, terutama dalam proses pembentukan dan operasionalisasi awal LKMA PUAP. Untuk itu, penulis mengajukan saran dan rekomendasi sebagai berikut:
a. Perlu segera disusun cetak biru dan panduan praktis pengelolaan LKMA PUAP berbasis syariah beserta langkah-langkah sosialisasi yang masif dan internalisasinya yang memadai.
b. Perlu adanya pendidikan dan pelatihan khusus untuk mempersiapkan SDM yang cakap, jujur, amanah dan profesional, serta pelatihan lanjutan untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi para pengelola LKMA dan Gapoktan PUAP.
c. Perlu adanya forum komunikasi dan interkasi yang lebih teratur, terstruktur dan terukur antara manajer LKMA dan pengelola Gapoktan, antara manajer dan PMT, serta antar PMT dan pembina teknis di kabupaten dan provinsi untuk menngatasi dan mengantisipasi setiap masalah yang muncul.
2. Untuk pendalaman, riset selanjutnya perlu dilakukan dengan mengambil sampel yang sebaran populasinya lebih seragam. Responden penelitian sebaiknya juga tidak beragam agar terjadi proses check and balance antar kelompok responden.
DAFTAR PUSTAKA
Alquran Al Karim.
Anita, Andi Suci; & Salawati, Umi. (2011). Analisis pendapatan penerima bantuan langsung masyarakat pengembangan usaha agribisnis perdesaan (BLM-PUAP) di kabupaten Barito Kuala. Jurnal Agribisnis Perdesaan, Volume 01 Nomor 04 Desember 2011, pp 285-288.
Apriyantono, Anton. (2009). Memori akhir jabatan Menteri Pertanian RI 2004-2009. Jakarta: Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Kementan RI.
Ashar, Khusnul. (2011). Analisis terhadap kesinambungan lembaga pembiayaan pedesaan dalam mendukung usaha mikro, kecil dan menengah. Journal of Indonesian Applied Economics, Vol. 5 No. 1 Mei 2011, pp 57-67
Bahrein, S. (2010). Pendekatan desa membangun di Jawa barat: Strategi dan kebijakan pembangunan pedesaan. Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 2, Juni 2010, pp 133-149.
Bi, Zohra & Pandey, S.L.D. (2011). Comparison of performance of microfinance institutions with commercial banks in India. Australian Journal of Business and Management Research Vol.1 No.6 [110-120] | September-2011.
Biro Perencanaan Departemen Pertanian. (2009). Evaluasi dan penilaian gapoktan PUAP. Jakarta: Biro Perencanaan Deptan.
BPTP Jawa Tengah. (2011). Laporan perkembangan LKMA PUAP di Jateng 2008-2011. Semarang: BPTP Jateng
BPS. (2008). Analisis dan penghitungan tingkat kemiskinan tahun 2008. BPS Indonesia. Jakarta.
BPS. (2012). Data strategis bps indonesia 2012: Beberapa indikator sosial-ekonomi. Jakarta: BPS.
Darwis, Valeriana dan Rusastra, I.W. (2011). Optimalisasi pemberdayaan masyarakat desa melalui sinergi puap dengan desa mandiri pangan. Jurnal Analisis Kebijaskan Pertanian, Volume 9 No 2 Juni 2011, pp 125-142. Bogor: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian.
Gujarati, D.N. (1988). Basic Econometrics. New York: John Wiley & Sons.
Hassan, H.H. (2007). All Arabs will prefer Islamic banking. Islamic Finance Resource. December 3, 2007. http://ifresource.com/2007/12/03/drhussein-hamid-hassan-all-arabs-will-prefer-islamic-banking/
Hashemi, Syed; Foose, Laura; and Badawi, Samer. (2005). Beyond good intentions measuring the social performance of microfinance institutions. Filipina: CGAP.
Hendriawan, Mulyadi. (2011). Pedoman umum PUAP. Jakarta: Pusat Pembiayaan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian RI.
Hendiawan, Mulyadi. (2012). Laporan perkembangan pelaksanaan program PUAP 2008-2011. Jakarta: Pusat Pembiayaan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian RI.
Huda, Nurul, Nasution, M.E., & Wiliasih, R. (2008). Ekonomi makro Islam pendekatan teoritis. Jakarta: Kencana.
Huda, Nurul dan Muti, Ahmad. (2011). Keuangan Publik Islam: Pendekatan al-kharaj (imam Abu Yusuf). Bogor: Ghalia Indonesia.
Hussein, Kassim. (2010). Bank-level stability factors and consume confidence: A comparative study of Islamic and conventional bank' product mix. Journal of Financial Services Marketing, Vol.15,3, 259-270. www.palgrave-journals.com/fsm.
Kaluge, D., Susanto, M.H., dan Dwiyoso. (2008). Analisis fenomenologi bank mendirikan koperasi kredit. Journal of Indonesian Applied Economics, Vol. 2, 1, Mei 2008, pp 1-21 Kamira, Desi; Noer, Melinda; & Tan, Firwan. (2011). Evaluasi pelaksanaan program pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP) di Kota Padang. Padang: Program Pasca Sarjana Universitas Andalas.
Khandker, S.R. and R.R. Farugee, 2001. The Impact of Farm Credit in Pakistan, World Bank Technical Paper No. 258, Washington, DC.
Kementan RI. (2010). Pedoman umum pengembangan usaha agribisnis perdesaan. Jakarta: Pusat Pembiayaan Ditjen PSP Kementan RI.
Kementan RI. (2011). Laporan pelaksanaan pengembangan usaha agribisnis perdesaan 2010. Jakarta: Pusat Pembiayaan Ditjen PSP Kementan RI.
Keown, A.J., Martin; Martin, J.D.; Petty, J.W.; and Scott, D.F. (2011). Manajemen Keuangan: Prinsip dan penerapan. (Marcus Prihmindo Widodo, Trans). Jakarta: Indeks.
Khan, Ajaz Ahmad.(2008). Islamic microfinance: theory, policy and practice. Birmingham: Islamic Relief Worldwide.
Khandker, Shahidur R. (2005). Microfinance and poverty: evidence using panel data from Bangladesh. World Bank Econ Rev (2005) 19(2): pp 263-286.
Khandker, Shahidur R. (2005). World bank institute's poverty reduction and economic management. www.oxfordjournals.org/content/19/2/263.
Khandker, S.R. and R.R. Farugee, 2001. The Impact of Farm Credit in Pakistan, World Bank Technical Paper No. 258, Washington, DC.
Lawai, Husain. (1994). Essentials of successful islamic banking. New Horizon, No31, September 1994, pp 4-8
Margaretha, Farah. (2011). Manajemen keuangan: Untuk manajer non-keuangan. Jakarta: Erlangga.
Maududi Al, Abu A'la. (1980). Dasar dasar ekonomi dalam Islam dan berbagai sistem masa kini. Bandung: Al-Ma,arif.
Qardhawi Al, Yusuf. (1996). Konsep Islam dalam mengentaskan kemiskinan. Surabaya: Bina Islam.
Rahman, A A.R. (2010). Islamic microfinance: an ethical alternative to poverty alleviation. Humanomics, Vol. 26 No. 4, 2010, pp. 284-295.
Range, Mathias. (2004). Islamic microfinance. Research center of international technical and economical cooperation. Aschen: Faculty of Business Administration, Aachen University.
Rivai, R.S. et al. (2010). Laporan penelitan evaluasi dan penyusunan desa calon lokasi penerima puap. Jakarta: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementan RI.
Rivai, V.; Firmansyah, R.; Veithzal, A.P.; dan Rizqullah. (2010). Islamic financial management: Teori, konsep dan aplikasi, panduan praktis bagi lembaga keuangan dan bisnis, praktisi serta mahasiswa. Bogor: Ghalia Indonesia.
Rusbina, Endila. (2010). Analisis komparatif sistem usaha tanu padi sawah antara pra puap dan masa puap anggota gapoktan sinamar sungai rimbang, suliki, kabupaten lima puluh kota. Padang: Fakultas Pertanian Universitas Andalas
Sayogyo. (1982). Bunga rampai perekonomian desa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Seibel, H.D., (2003). History Matters in Microfinance. International journal of Microfinance and Business Development, 10-12.
Seibel, H.D., dan Agung, D.W. (2005). Microfinance in Indonesia: institutional viability & sustainability and their compatibility with outreach to the poor.” Jakarta: GTZ Jerman.
Sevilla, C.G., Ochave, J.S., Punsalam, T.G., Regala, B.P., and Uriarte, G.G. (2006). Pengantar metode penelitian. (Alimuddin Tuwu dan Alam Sjah, Trans). Jakarta: UI-Press.
Sen, A. (1999). Employment, Technology, and Development. New Delhi: Oxford University Press.
Siregar, Hermanto. (2008). Impact of economic growth on the reduction of poor people. Bogor: IPB & Brighten Institut.
Robert M. Solow. (1974). "The Economics of Resources or the Resources of Economics". The American Economic Review (American Economic Association) 64 (2): 1–14. 1974.
Subramanyam, K.R. and Wild, J.J. (2010). Analisis laporan keuangan. 10th Ed. (Dewi Yanti, Trans). Jakarta: Salemba Empat.
Sudaryanto, Tahlim. (2010). PUAP untuk kesejahteraan rakyat. Jakarta: Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementan RI.
Sudaryanto, Tahlim; Sunarja, Rudy. (2009). Penentuan lokasi dan evaluasi kinerja serta dampak PUAP. Jakarta: PSEK Deptan.
Sumaryadi, I N. (2005). Perencanaan pembangunan daerah otonom dan pemberdayaan masyarakat. Jakarta: Penerbit Citra Utama.
Suradisastra, K., W.K. Sejati, Y. Supriatna, dan D. Hidayat. (2002). Institutional description of balinese subak. Jurnal Kajian Dan Pengembangan Pertanian, Vo. 21 No.1, 2002. Jakarta: Badan Kajian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian..
Suradisastra, K. (2008). Strategi pemberdayaan kelembagaan petani. Forum Kajian Agronomi, Vol. 26 No.2, Desember 2008, pp 82-91. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Suryahadi, A. Suryadarma, D, & Sumarto, A. (2006). The impact of private growth sector in proverty reduction in indonesia: The effect of location and sectoral component of growth. Bogor: SMERU Working Paper. Suswono. (2009). Rencana strategis pembangunan pertanian Indonesia 2009-2014. Jakarta: Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian RI.
Syahyuti, (2007). Strategi dan tantangan dalam pengembangan gabungan kelompoktani (gapoktan) sebagai kelembagaan ekonomi di pedesaan. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Usman, Hardius; dan Nachrawi, N.D. (2002). Penggunaan teknik ekonometri: Pendekatan populer dan praktis, dilengkapi teknik analisis dan pengolahan data dengan menggunakan paket program SPSS. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
World Bank. (2004). Microcredit international summit 2004. New York: World Bank.
Yasin, Akbar. (2011). Strategi keberlanjutan program pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP) (kasus kabupaten Karawang). Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.
Zain, M. Yunis. (2001). Technology policy and smes in Indonesia: reviewing the economic development strategy for the poor. Journal Economic Resources, Vol. II, No.5, /2001, pp: 131-156.