Jumat, 16 September 2016

Wakalah, Hiwalah dan Kafalahah, Hiwalah dan Kafalah

Oleh Dedi Junaedi
Dosen Ekonomi dan Keuangan Syariah INAIS

I. PENDAHULUAN
Sejatinya, Islam adalah agama yang sempurna. Dengan itu, Islam telah mengatur cara hidup manusia dengan sistem yang serba lengkap, termasuk mengatur norma dan prinsip dasar masalah muamalah dengan sesamanya dalam semua aspek kehidupan. Misi dan nilai-nilai Islam juga bersifat universal sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Para ulama' dan fuqaha' terdahulu telah membuat perbahasan mengenai mu'amalat-mu'amalat manusia yang berlaku pada zaman mereka. Hasil ijtihad mereka kemudian menjadi rujukan para ulama kemudian hingga ulama mutakhirin sekarag dalam beristinbat bahkan berijtihad untuk menentukan hukum-hakam syarak yang aktual sesuai dengan tntutan dan realitas zaman kekinian.
Mereka, para ulama, telah membuat perbahasan mengenai berbagai bentuk ketentuan, prinsip dasar dan aqad aneka transaksi muamalah. Mulai dari transaksi jual-beli (tijarah), musyarakah, mudharabah/qiradh, ijarah, wadiah, murabahah, salam, rahn, hiwalah, Wakalah dan mu'amalat-mu'amalat yang lainnya yang muncul pada zaman mereka.
Ragam kerja dan aktivitas mu'amalat manusia tidak pernah terhenti pada satu tahap. Dari waktu ke waktu, selalu muncul pelbagai macam kegiatan mu'amalah baru. Seiring perjalanan waktu, aktivitas muamalah manusia semakin luas berkembang. Kebutuhan dan hajat manusia bertambah banyak sampai nyaris tidak berbatas.Pada saat yang sama, manusis tidak lagi bisa hidup sendiri dan menyelesaikan segala soal secara sendirian. Mereka butuh bantuan orang lain dan sarana lain yang mungkin di luar jangkauan tanngannya sendiri. Maka, muncullah berbagai jasa dan sarana muamalah yang memudahkan kegiatan dan aktivitas ekonomi berjalan baik dan lancar.
Dahulu, kegiatan muamalah --seperti jual beli, sewa-menyewa, simpan-pinjam—berjalan sederhana, umumnya hanya melibatkan dua pihak. Belakangan, transaksi muamalah seperti itu telah berkembang luas dan komplek. Bentuk dan jenisnya beragam, tak hanya berlaku secara tunai tapi juga berjangka, serta sudah jauh melibatkan pihak ketiga bahkan keempat sebagai penjamin dan perangkat pendukungnya. Fenomena ini pun berlangsung di dunia Islam. Maka, tidaklah heran, pada zaman moden sekarang ini terdapat pelbagai bentuk dan jenis mu'amalat dan kegiatan ekonomi syariah bermunculan. Dimana-mana, kita menyaksikan maraknya transaksi mu'amalah modern. Mulai dari aneka produk perbankan, asuransi, bursa-bursa saham, pertukaran mata uang, perniagaan sekuriti, obligasi dan sebagainya.
Dari sekian banyak model transaksi muamalah, kita mengenal istilah Wakalah, hiwalah, dan Kafalah. Tiga istilah akad muamalah ini relatif banyak dipakai dalam aplikasi bisnis dan ekonomi syariah. Apa yang dimaksud dengan Wakalah, hiwalah dan Kafalah? Apa landasan hukum syariah yang membolehkannya? Bagaimana rukun dan syarat-syaratnya? Serta apa jenis dan ragam aplikasinya dalam transaksi muamalah? Paparan berikut akan berupaya menjelaskannya secara ringkas nan padat.

II. WAKALAH
2.1. Definisi Wakalah
Wakalah atau wikalah secara bahasa bermakna pelimpahan, pendelegasian atau penyerahan mandat (al-tafwidh).
Sementara menurut istilah atau terminologi, Wakalah punya beberapa variasi makna. Menurut Al-Syarbaini, Wakalah adalah mewakilkan urusan kepada orang lain untuk bertindak atasnamanya, atau pemberian amanah dari seseorang kepada orang lain atas suatu pekerjaan.
Wakalah, menurut Taqi Al-Din Al-Hesni Al-Shafi' dalam buku Kifayat al-Akhyar fi Hal Ghayat al-Ikhtisar, adalah menyerhkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kepada orang lain agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya.
Dalam buku Transaksi Syariah, Musthafa Dib Al-Bugha, mendefinisikan Wakalah sebagai akad untuk melimpahkan atau menyerahkan urusan kepada orang yang mampu untuk menggantikannya mengerjakan urusan tersebut. (Musthafa Dib Al-Bugha)
Sedang kata Hulwati dalam Ekonomi Islam, Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal yang diwakilkan.
2.2. Dasar Hukum Wakalah
Dalam peta transaksi muamalah, khususnya perbankan syariah, Wakalah termasuk uqud amanah yang menjadi penyokong transaksi utama seperti jual beli, mudarabah dan musyarakah. Praktik Wakalah dapat dilakukan terhadap berbagai urusan. Antara lain dalam jual beli, traksaksi kliring, inkaso, transfer, serta penerbitan letter of credit (LC ) dalam proses ekspor-impor barang dan jasa.
Islam membolehkan atau menghalalkan praktik Wakalah dengan landasan sesuai atau tidak bertentangan dengan norma yang ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadis (sunnah), serta dikukuhkan oleh ijma ulama. Di Indonesia, akad Wakalah telah didukung dan diatur oleh fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI No.10/2000.
2.2.1. Al-Qur’an
Isyarat dibolehkannya praktik Wakalah terkandung dalam sejumlah ayat dalam Al-Qur’an. Antara lain dalam Surat An-Nisa ayat 35. Allah berfirman:
        •• • “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan..”(QS 4:35). Ayat ini mengisahkan dibolehkannya kita mengutus seseorang yang dipercaya sebagai wakil untuk menyelesaikan urusan keluarga. Semangat serupa terkandung dalam surat Al-Baqarah [2]: 283 yang berbunyi:
...فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ، وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ... “…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.
Ayat berikutnya adalah Al-Kahfi (18):19 yang berkisah tentang ashabul Kahfi. Allah berfirman:
وَكَذلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَآءَلُوْا بَيْنَهُمْ، قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ، قَالُوْا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ، قَالُوْا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَالَبِثْتُمْ فَابْعَثُوْا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِه إِلَى الْمَدِيْنَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلاَ يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا. "Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkata salah seorang di antara mereka: ‘Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini)?’ Mereka menjawab: ‘Kita sudah berada (di sini) satu atau setengah hari.’ Berkata (yang lain lagi): ‘Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.’”
Ketika tiga pemuda kahfi yang terperangkap dalam gua berselisih tentang lamanya waktu mereka berada dalam gua, mereka diperintah untuk mengutus seseorang untuk menukar uang perak dengan makanan. Dalam peristiwa itu, uang perak ternyata bisa menjadi instrumen untuk mengetahu berapa lama mereka dalam gua.
    “...Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini..”
Berikutnya adalah firman Allah dalam QS. Yusuf [12]: 55, 93. Ayat 55 mengisahkan tentang penawaran Yusuf kepada raja untuk menjadi bendaharawan negara:
اِجْعَلْنِيْ عَلَى خَزَائِنِ اْلأَرْضِ، إِنِّيْ حَفِيْظٌ عَلَيْمٌ. "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman.” Yang kedua tentang penetapan pakaian (gamis) sebagai wakil personal.
            “...Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini. lalu letakkanlah Dia kewajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku..” (QS 12:93)
Wakalah juga menjadi sarana tolong-menolong dalam berbuat kebaikan. Ini sesuai dengan pesan Firman Allah dalam surat Al-Ma’idah [5]: 2:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ. “Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”
2.2.2. Hadis-hadis Nabi, antara lain:
إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ أَبَا رَافِعٍ وَرَجُلاً مِنَ اْلأَنْصَارِ، فَزَوَّجَاهُ مَيْمُوْنَةَ بِنْتَ الْحَارِثِ (رواه مالك في الموطأ) “Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mengawinkan (qabul perkawinan Nabi dengan) Maimunah r.a.” (HR. Malik dalam al-Muwaththa’).
أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَقَاضَاهُ فَأَغْلَظَ فَهَمَّ بِهِ أَصْحَابُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: دَعُوْهُ، فَإِنَّ لِصَاحِبِ الْحَقِّ مَقَالاً، ثُمَّ قَالَ: أَعْطُوْهُ سِنًّا مِثْلَ سِنِّهِ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ لاَنَجِدُ إِلاَّ أَمْثَلَ مِنْ سِنِّهِ. فَقَالَ أَعْطُوْهُ، فَإِنَّ مِنْ خَيْرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ قَضَاءً (رواه البخاري عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ) “Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW untuk menagih hutang kepada beliau dengan cara kasar, sehingga para sahabat berniat untuk “menanganinya”. Beliau bersabda, ‘Biarkan ia, sebab pemilik hak berhak untuk berbicara;’ lalu sabdanya, ‘Berikanlah (bayarkanlah) kepada orang ini unta umur setahun seperti untanya (yang dihutang itu)’. Mereka menjawab, ‘Kami tidak mendapatkannya kecuali yang lebih tua.’ Rasulullah kemudian bersabda: ‘Berikanlah kepada-nya. Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik di dalam membayar.’” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah).
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf.
2.2.3. Ijma Ulama dan Faatwa DSN
Selain landasan Al-Qur’an dan Hadis, umat Islam juga memiliki ijma’ulama yang membolehkan Wakalah. Bahkan para ulama memandangnya sebagai sunnah, karena hal itu termasuk jenis ta’awun (tolong-menolong) atas dasar kebaikan dan taqwa, sebagaimana diamanatkan oleh Al-Qur'an dan Hadis.
Dalam konteks ini berlaku kaidah fiqh:
اَلأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا. “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Khusus di Indonesia, praktik Wakalah dikuatkan oleh adanya Fatwa DSN-MUI No 10/2000 yang terbit pada 08 Muharram 1421 H atau 13 April 2000.
2.3. Rukun dan Syarat Wakalah
Sesuai dengan Fatwa DSN No 10/DSN-MUI/IV/2000, rukun Wakalah ada empat: yaitu: muwakkil (yang mewakilkan), wakil (yang mewakili), muwakkal fih (obyek yang diwakilkan), shigat (ijab kabul).
Sementara syarat-syarat Wakalah antara lain:
Muwakkil hendaknya pemilik urusan/barang dan menguasa haknya, dia harus aqil baligh, waras (tidak gila), sadar, tidak fasik.
Wakil harus berakal dan punya kemampuan, tidak terkena larangan hukum, plus syarat muwakkil. Menurut Hanafiah, anak yang memayyiz (mampu membedakan baik-buruk) syah sebagai wakil.
Muwakkal fih adalah sesuatu milik muwakkil atau yang diwakilkan, Sayaratnya, urusan diketahui jelas, dapat digantikan/dapat diwakilkan, ada alasan yang membolehkan.
Shigat hendaknya berupa lafaz yang jelas, boleh dengan sindiran, tidak harus diucapkan, tidak boleh melanggar ketentuan syara.
2.4. Jenis Wakalah
Berdasarkan sifatnya, Wakalah ada tiga macam:
 Wakalah al muthlaqah: mewakilkan secara mutlak tanpa batasan waktu dan untuk segala urusan
 Wakalah al muqayyadah: penunjukkan wakil untuk bertindak atasnama dalam urusan tertentu.
 Wakalah al ‘ammah: perwakilan yang lebh luas dari al muqayyadah, tetapi lebih sederhana dari al mutlaqah.
Praktik Wakalah dapat dtemua dalam berbagai urusan dan transaksi:
Transaksi perbankan: kliring, inkaso, transfer, penerbitan LC
 Wakalah dalam hak-hak pribadi
 Wakalah melalui pengacara
 Wakalah jual beli
 Wakalah dalam masalah jarimah (hukum). Menurut Imam Syafi’i, jika jarimah menyangkut hak-hak Allah, pembuktian tidak boleh diwakilkan. Sedang jarimah menyangkut hak-hak pribadi seperti pencurian, tuduhan zina, maka pembuktian boleh diwakilkan.
2.5. Ragam Aplikasi Wakalah
Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, termasuk institusi keuangan: perbankan dan asuransi. Antara lain dalam transaksi tranfer uang melalui mekanisme pengirimin wesel pos atau tranfer ATM, penerbitan LC untuk ekspor dan impor komoditas, pembiayaan rekening koran, investasi reksadana, asuransi syariah dan lain-lain.
Transfer Uang
Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer uang ini.
Wesel Pos
Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju. Berikut adalah proses pentransferan uang dalam Wesel Pos.
Transfer Melalui Cabang Bank
Dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju tersebut. Berikut adalah proses pentrasferan uang melalui cabang sebuah bank. Transfer melalui ATM
Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian untuk mengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam model ini, Nasabah Al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM. Berikut adalah proses pentransferan uang untuk model ini:
Letter Of Credit Import Syariah
Akad untuk transaksi Letter of Credit Import Syariah ini menggunakan akad Wakalah Bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 34/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan pemberian ujrah atau fee. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang terjadi. Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:
1. Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang diimpor.
2. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
3. Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
1. Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
2. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
3. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada importir untuk pelunasan pembayaran barang impor. Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah, dengan ketentuan:
1. Nasabah melakukan akad Wakalah bil ujrah kepada bank untuk melakukan pengurusan dokumen dan pembayaran.
2. Bank dan importir melakukan akad Mudharabah, dimana bank bertindak selaku shahibul mal menyerahkan modal kepada importir sebesar harga barang yang diimpor.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Hiwalah, dengan ketentuan:
1. Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang yang diimpor.
2. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
3. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk presentase.
4. Hutang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi hutang kepada Bank dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang diimpor.
Letter Of Credit Eksport Syariah
Akad untuk transaksi Letter of Credit Eksport Syariah ini menggunakan akad Wakalah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 35/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana bank menerbitkan surat pernyataan akan membayar kepada eksportir untuk memfasilitasi perdagangan eksport. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang terjadi.
Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:
1. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
2. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah.
Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam presentase.
Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
1. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
2. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank).
3. Bank memberikan dana talangan (Qardh) kepada nasabah eksportir sebesar harga barang ekspor.
4. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk presentase.
5. Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad.
Antara akad Wakalah bil Ujrah dan akad Qardh, tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq).
Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah dengan ketentuan:
1. Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang dipesan oleh importir.
2. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
3. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank).
4. Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo (usance).
5. Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat digunakan untuk Pembayaran ujrah, pengembalian dana mudharabah, dan pembayaran bagi hasil.
6. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk presentase.
Investasi Reksadana Syariah
Akad untuk transaksi Investasi Reksadana Syariah ini menggunakan akad Wakalah dan Mudharabah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana pemilik modal memberikan kuasa kepada manajer investasi agar memiliki kewenangan untuk menginvestasikan dana dari pemilik modal.
Pembiayaan Rekening Koran Syariah
Akad untuk transaksi pembiayaan rekening koran syariah ini menggunakan akad Wakalah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 30/DSN/VI/2002. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana bank memberikan kuasa kepada nasabah untuk melakukan transaksi yang diperlukan.
Asuransi Syariah
Akad untuk Asuransi syariah ini menggunakan akad Wakalah bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 52/DSN-MUI/III/2006. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana pemegang polis memberikan kuasa kepada pihak asuransi untuk menyimpannya ke dalam tabungan maupun ke dalam non-tabungan. Dalam model ini, pihak asuransi berperan sebagai Al-Wakil dan pemegang polis sebagai Al-Muwakil.
III. HIWALAH
3.1. Definisi Hiwalah
Menurut bahasa, yang dimaksud hiwalah atau hawalah adalah al-intiqal dan al-tahwil. Arinya memindahkan atau mengalihkan. Menurut Abdurrahman Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, hiwalah adalah pemindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Menurut Istilah, hiwalah adalah akad pemindahan beban hutang dari tanggungan seseorang kepada tanggungan orang lain. (Musthafa Dib Al-Bugha). Dalam hal ini ada beberapa variasi terminologi:
 Pemindahan utang dari tanggungan ashil (muhil) kepada muhal ‘alaih (orang yang bertanggungjawab setelah hiwalah). (Wahbah Zuhayli)
 Memindahkan tagihan dari tanggungjawab yang berutang kepada yang lain yang punya tanggungjwab kewajiban utang pula. (Hanafiyah)
 Pemindahan atau pengalihan hak untuk menuntut pembayaran hutang dari pihak satu ke pihak lain. (Maliki, Syafi’i, Hambali)
Kalau diperhatikan secara seksama, definisi menurut ulama mazhab punya kesamaan. Sama-sama pengalihan hutang-piutang. Perbedaannya, Hanafi menekankan pada aspek kewajiban membayar hutang. Sedang tiga ulama mazhab lain lebih menekankan aspek hak menerima pembayaran hutang.
3..2. Dasar Hukum Hiwalah
3..2.1 QS Al-Maidah (5):2
Dalam Islam, Hiwalah bisa dipandang sebagai salah satu bentuk tolong-menolong. Ini sesuai dengan amanat firman Allah dalam surat Al-Ma’idah [5]: 2:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ. “Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”
3.2.2 Hadis
Hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ، فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتَّبِعْ. “Menunda-nunda pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman. Maka, jika seseorang di antara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya (dihawalahkan) kepada pihak yang mampu, terimalah” (HR. Bukhari).
Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
3.2.3. Ijma Ulama dan Fatwa DSN
Para ulama sepakat atas kebolehan akad hawalah dengan mengacu pada kaidah fiqh: اَلأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا. “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
اَلضَّرَرُ يُزَالُ “Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”
Fatwa DSN No.12/2000, ditetapkan melalui rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Kamis, tanggal 8 Muharram 1421 H./13 April 2000, memperkuat landasan halalnya hiwalah dalam transaksi bisnis syariah.
3.3. Rukun dan Syarat Hiwalah
Terkait rukun hiwalah, ada perbedaan pendapat di antara ulama mazhab. Menurut Mazhab hanafi, rukun hiwalah hanya ijab (pernyataan melakukan hiwalah) dari muhil (pihak pertama) dan qabul (pernyataan menerima hiwalah) dari muhal (pihak kedua) kepada pihak ketiga (muhal ‘alaih).
Sementara menurut Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali, rukun hiwalah ada enam, yaitu:
 Muhil (pihak pertama) yang memindahkan beban utang ke orang lain (muhal alaih) kepada muhal. Kebetulan muhal punya utang kepada muhil. Muhil harus akil-baligh, warah, berakal.
 Muhal (pihak kedua) yang punya utang kepada muhil atau orang yang dihiwalahkan, untuk melunasi utang muhil kepada muhal alaih. Syarat: berakal dan cakap, baligh
 Muhal ‘alaih: orang yang menerima hiwalah (tagihan utang) dari muhal atasnama muhil. Syarat harus baligh, berakal sehat.
 Muhil bih: piutang muhil kepada muhal
 Muhal alaih bih: piutang muhal alaih kepada muhil yang harus dilunasi muhal karena ada hiwalah dari mulih. Syarat: berupa utang, utang bersifat tetap.
 Shigat hiwalah: ijab dari muhil dengan kata-kata: “Aku hiwalahkan utangku yang hak bagi engkau kepada fulan;” dan qabul dari muhal dengan kata-kata: “Aku terima hiwalah Engkau.” Syarat shigat: muhal ‘alaih berpiutang ke muhil, muhil punya piutang pada muhal, utang tetap, piutang muhal ‘alaih ke muhil = piutang muhil ke muhal, atau utang muhal ke muhil =utang muhil ke muhal alaih, ada kerelaan.
3.4 Jenis Hiwalah
Dari segi obyek akadnya, hiwalah dibagi menjadi dua jenis:
 Hiwalah al-haqq: bila yang dipindahkan itu merupakan hak menuntut pembayaran utang (pemindahakn hak tagih piutang)
 Hiwalah al-dayn: bila yang dipindahkan itu kewajiban membayar hutang (pemindahan kewajiban bayar hutang).
Ditinjau dari jenis akadnya, hiwalah dibagi menjadi dua macam:
 Hiwalah terikat (muqayyad). Pemindahan sebagai ganti pembayaran hutang muhil (pihak pertama) kepada muhal (pihak kedua) dengan syarat besarnya hutang muhil kepada muhal sama dengan besar hutang muhil ke muhal alaih.
Contoh: A berpiutang kepada B sebesar 5 dirham. B berpiutang ke C sebesar 5 dirham. B kemudian mengalihkan hak menuntut piutang yang berda pada C ke A sebagai gangi pembayaran hutang B ke A. Jadi, hiwalah muqayyadah pada satu sisi merupakan hiwalah al-hak karena mengalihkan hak menuntut piutannya dari C ke A (pemindahan hak). Di sisi lain, sekaligus merupakan hiwalah al-dayn karena B mengalihkan kewajiban kepada A menjadi kewajiban C kepada A (pemindahan kewajiban).
 Hiwalah tidak terikat (mutlak). Pemindahan hutang yang tidak ditegaskan sebagai ganti rugi dari pembayaran hutang muhil (pihak pertama) kepada muhal (pihak kedua). Contoh: A berhutang kepada B sebesar 5 dirham. Kemudian A mengalihkan hutangnya kepada C sehingga C berkewajiban membayar hutang A kepada B tanpa menyebutkan bahwa pemindahan hutang tersebut sebagai ganti rugi dari pembayaran hutang C kepada A. Jadi muhil mengalihkan kewajibannya kepada muhal alaih, tanpa memperhatikan ikatan utang-piutang antar keduanya.
Dengan demikian, hiwalah mutlak hanya mengandung hiwalah al-dayn saja karena yang dipindahkan hanya hutang A kepada B menjadi hutang C kepada B.
3.5. Berakhirnya Hiwalah
Akad hiwalah berakhir jika terjadi hal-hal berikut:
 Salah satu pihak membatalkan akad sebelum akad berlaku tetap
 Muhal melunasi hutang yang dialihkan kepada muhal ‘alaih
 Jika muhal meninggal dunia, sedangkan muhal alaih merupakan ahli waris yang mewarisi harta muhal
 Muhal alaih menghibahkan atau menyedekahkan harta yang merupakan hutang dalam akad hiwalah tersebut kepada muhal
 Muhal membebaskan muhal alaih dari kewajibannya untuk membayar hutang yang dialihkan tersebut
 Menurut mazhab hanafi, hak muhal tidak dapat dipenuhi karena pihak ketiga mengalami pailit (bangkrut) atau wafat dalam keadaan pailit. Sedang menurut mazhab lainnya, selama akad hiwalah sudah berlaku tetap karena persyaratan sudah terpenuhi, amka akad hiwalah tidak dapat berakhir dengan alasan pailit.
3.6. Ragam Aplikasi Hiwalah
Dalam perbankan, hiwalah biasanya diterapkan dalam hal:
 Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada phak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, lalu bank membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga.
 Post-date check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membaar dulu piutang tersebut
 Bill discounting. Diskonto pembayaran tagihan untuk member.
 Kartu kredit syariah. Nasabah pada dasarnya memiliki hutang kepada merchant (dengan membeli barang atau jasa tertentu), kemudian merchant menagih kepada bank. Dalam hal ini, antara merchant dengan bank tidak ada hubungan khusus. Namun, karena adanya waalah yang ditindaklanjuti dengan hiwalah, maka bank berkewajiban untuk membayarkan taguhan hutang merchant tersebut atasnama nasabah.
Di Malaysia, akad Hiwalah banyak dilakukan dalam berbagai transaksi perbankan dan industri keuangan non bank. Bank Negara Malaysia mendefinisikan Hiwalah sebagai suatu konsep yang merujuk kepada pengiriman dana/hutang daripada akun depositor/peminjam kepada akun penerima pinjaman. Secara teknis, Hiwalah menjadi instrumen pemindahan uang daripada satu tempat kepada satu tempat yang lain. Pengiriman tidak melibatkan pergerakan uang tunai secara fisik. Kiriman uang bisa dilakukan melalui beerapa moda: perintah bayar (banker’s cheque), draf permintaan, tansfer mail, telegraphic tranfer, dan travel cheque.
Perintah Bayar (Banker's cheque)
Perintah Bayar atau Banker’s Cheque dikeluarkan oleh pihak bank untuk pembayaran kepada penerima cek pada waktu tertentu untuk sejumlah uang tertentu. keluarkan oleh sesebuah bank. Cek ini bisa diambil dan dibayar di bank yang mengeluarkan cek itu sendiri. Dalam perkembangannya, cek juga bisa menjadi bukti pembayaran sebuah transaksi. Dalam hal ini, bank mengenakan biaya untuk mengeluarkan cek dengan nilai dan nama penerima cek.
Draf Permintaan (Demand Draf)
Draf Permintaan atau Demand Draf adalah surat perintah yang meminta supaya pihak bank membayar sejumlah uang kepada penerima yang ditunjuk. Perintah berlaku tanpa syarat dari satu bank ke bank yang dituju untuk membayarkan sejumlah uang kepada nama yang tertulis.
Transfer Telegraf (Telegraphic Transfer)
Transfer bertelegraf adalah suatu cara untuk memindahkan uang/dana dari satu pihak ke phak lain melalui kabel, teleks atau faks. Pihak bank pengirim akan mengirim pesanan kepada kantor cabang untuk mengeksekusi pembayaran atasnama seseorang. Variasi lain dari moda ini adalah Mail Transfer.
Cek Perjalanan (Travel Cheque)
Cek Perjalnan atau Travel Cheque biasanya digunakan untuk membekali seseorang yang melakukan perjalanan (dinas luar) ke luar negeri. Cek dikeluarkan untuk nilai tertentu dalam mata uang asing tertentu.
IV. KAFALAH
4.1. Definisi
Kafalah menurut bahasa bermakna jaminan (ad-dhaman), hamalah (beban), dan za’amah (tanggungan).
Menurut istilah, Kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak ke pihak lain dimana pemberi jaminan bertanggungjawab atas pembayaran hutang yang menjadi hak penerima jaminan. Atau jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi pihak kedua atau yang ditanggung.
Fasilitas ini diberikan bank kepada nasabah dalam mendukung kelancaran bisnis dengan berbagai pihak dengan memberi perlindungan terhadap mitra usaha nasabah.
Menurut Mazhab Hanafi, hutang dalam akad Kafalah tidak beralih kepada kafil (orang yang menanggung) dan tidak gugur dalam tanggungjawab ashil (orang yang punya hutang). Sedang menurut Mazhab Syafi’i, Kafalah terdiri atas tiga pengertian: Kafalah al-dayn (hutang), Kafalah al-‘ain (benda), dan Kafalah al-abdan (badan).
4.2. Dasar Hukum
4.2.1. Al-Qur’an
 QS Yusuf :72 قَالُوْا نَفْقِدُ صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَأَنَا بِهِ زَعِيْمٌ. “Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya". (QS 12:72)
 QS Al-Maidah:2 وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ. “..dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS 5:2)
4.2.2. Hadis
 Hadis Nabi Riwayat Bukhari:
عن سلمة بن الأكوع أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهَا، فَقَالَ: هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ؟ قَالُوْا: لاَ، فَصَلَّى عَلَيْهِ، ثُمَّ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ أُخْرَى، فَقَالَ: هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ؟ قَالُوْا: نَعَمْ، قَالَ: صَلُّوْا عَلَى صَاحِبِكُمْ، قَالَ أَبُوْ قَتَادَةَ: عَلَيَّ دَيْنُهُ يَارَسُوْلَ اللهِ، فَصَلَّى عَلَيْهِ. “Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk disalatkan. Rasulullah saw bertanya, ‘Apakah ia mem-punyai hutang?’ Sahabat menjawab, ‘Tidak’. Maka, beliau men-salatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun bertanya, ‘Apakah ia mempunyai hutang?’ Sahabat menjawab, ‘Ya’. Rasulullah berkata, ‘Salatkanlah temanmu itu’ (beliau sendiri tidak mau mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, ‘Saya menjamin hutangnya, ya Rasulullah’. Maka Rasulullah pun menshalatkan jenazah tersebut.” (HR. Bukhari dari Salamah bin Akwa’).
 Sabda Rasulullah SAW :
وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ. “Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya.”
 Hadis Nabi Riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا. “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
4.2.3. Ijma Ulama
 Ijma ulama membolehkan Kafalah karena memang dibutuhkan masyarakat. Ulama berpegang pada kaidah fiqh:
اَلأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا. “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
اَلضَّرَرُ يُزَالُ “Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”
 Fatwa DSN No 11/2000 tentang Kafalah ditetapkan 13 April 2010.
4.3. Rukun dan Syarat Kafalah
Menurut Mazhab Hanafi, rukun Kafalah hanya satu: ijab qabul. Sedang menurut jumhur ulma, rukun Kafalah ada lima, yaitu:
 Pihak penjamin (kafil/dhamin, za’im). Syaratnya, dia sudah baligh, berakal sehat, merdeka dan punya hak mengelola harta benda, punya kehendak sendiri (rela). Jadi anak-anak, orang gila, orang tidak merdeka tak bisa menjadi penjamin.
 Pihak yang berutang (ashiil, makfuul anhu, madhmun anhu). Syaratnya, dia sanggup menyerahkan tanggungan ke penjamin, serta dikenal oleh penjamin.
 Pihak yang berpiutang (makful lahu/madhmun lahu). Syaratnya, dia punya identitas jelas, bisa dihadirkan saat aqad, dan berakal sehat.
 Obyek penjaminan (makful bihi). Syaratnya, obyek itu merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan; bisa dilaksanakan oleh penjamin; harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan; harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya; tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).
 Shigat (lafaz ijab qabul). Syarat diucapkan penjamin, jelas mengandung makna menjamin, tidak bergantung sesuatu dan tidak bersifat sementara. Contoh: takaffultu, tahammaltu, dhammintu, ana kafil laka, ana za’im (maknanya: “saya menjamin anda”) atau huwa laka ‘indi, huwa laka ‘alayya yang berarti: “dia saya jamin.”).
Perlu diingat, jaminan hanya berlaku untuk urusan harta benda dengan sesama manusia, tidak dengan Allaah. Tidak berlaku menjamin hukuman qishash karena hukuman tersebut harus dijalani langsung oleh pelakunya, tidak boleh dialihkan ke orang lain.
4.4. Jenis Kafalah
 Kafalah bi al-nafs (jaminan kepada individu). Semacam personal garansi yang diberikan untuk menjamin kredibilitas atau kinerja seseorang. Walau bank secara fifik tidak memegang barang apapun, tetapi dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang, bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan.
 Kafalah bi al-mal (jaminan pembayaran barang/pelunasan utang). Jaminan diberikan terkait dengan pembayaran atas pembelian barang tertentu atau untuk keperluan pelunasan hutang. Dengan adanya jaminan (Kafalah) itu maka transaksi bisa berjalan lancar, baik secara tunai maupun kredit, karena pihak pertama mendapat perlindungan dan kepastian pembayaran.
 Kafalah bi al-taslim (jaminan pengembalian barang sewaan). Jaminan diberikan untuk menjamin pengembalian atas barang sewaan kletika masa sewa berakhir, sesuai kesepakatan. Misal, bank dapat mengeluarkan surat jaminan untuk nasabah atas pengembalian barang sewa kepada perusahan penyewaan (leasing company). Adapaun jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa tabungan dan bank dapat membebankan fee kepada nasabah tersebut.
 Kafalah bi al-munazah (jaminan untuk pelaksanaan proyek yang tidak dibatasi masa untuk tujuan tertentu). Jaminan diberikan secara mutlak tanpa ada pembatasan waktu tertentu untuk meyakinkan pihak ketiga agar pihak kedua (nasabah) melaksanakan kewajiban sesuai kesepakatan mereka. Misalnya, jaminan dalam bentuk perfomance bond (jaminan prestasi/jaminan kepastian bagi pemilik proyek) bahwa pemenang tender akan melaksanakan proyek sesuai dengan perjanjian.
 Kafalah bi al-mu’allaqah (jaminan LC/asuransi). Jaminan ini merupakan penyederhanaan dari Kafalah al-munazah, jaminan yang dibatasi oleh kurun waktu dan tujuan tertentu.
4.5. Berakhirnya Kafalah
Kafalah atau surat penjaminan akan berkahir bila masa berlaku yang telah disepakati sebelumnya oleh tiga pihak tersebut telah berakhir atau expired. Adakalanya masa berlaku garansi jaminan akan berkahir ketika masa pengerjaan atau pengelolaan proyek telah selesai seperti yang direncanakan sebelumnya. Kafalah bisa juga berakhir jika phak ketiga telah mengembalikan atau melepaskan bank garansi.
Kafalah dapat diperpanjang jika menurut pertimbangan pemilik proyek diperlukan untuk menjamin keselamatan dan terpeliharanya keberlangsungan pengerjaan proyek. Nasabah bisa berinisiatif memperpanjang bank garansi untuk memastikan bahwa pengerjaan proyek dapat dikerjakan sesuai kesepakatan sebelumnya.
4.6. Ragam Aplikasi Kafalah
Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, Kafalah berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
Secara teknis perbankan, Kafalah merupakan jasa penjaminan nasabah dimana bank bertindak sebagai penjamin (kafil) sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin (makful lahu). Prinsip syariah ini sebagai dasar layanan bank garansi, yaitu penjaminan pembayaran atas suatu kewajiban pembayaran..
Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai jaminan. Atas dana tersebut bank dapat memberlakukannya dengan prinsip wadi’ah. Dalam hal ini, bank mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikan.
Penerbitan Bank Garansi (surat jaminan bank), yang terdiri dari jaminan tender, jaminan pelaksanaan, jaminan uang muka, dan jaminan pelaksanaan dengan setoran minimal sebesar 10% dari nilai jaminan yang diinginkan nasabah.
Bank Garansi mencakup layanan full cover dimana nasabah mengcover seluruh bank garansi; dan layanan fasilitas yang merupakan pembiayaan atau kredit secara tidak langsung. Untuk produk bank garansi dengan layanan full cover, wewenang putusan diberikan oleh pejabat pemutus pembiayaan di kantor cabang itu sendiri. Sedangkan pada bank garansi dengan layanan fasilitas, wewenang putusan harus dimintakan izin terlebih dahulu kepada pejabat pemutus pembiayaan tingkat wilayah atau atasan dari pejabat pemutus pembiayaan di kantor cabang dimaksud.
Ada bank syariah yang menyediakan layanan Overseas Transfer, berdasarkan akad Kafalah. Overseas transfer yaitu layanan pengirimanuang dalam USD atau pun Euro berdasarkan nilai tukar pada hari yang sama, secara cepat, aman melintas batas wilayah geografis melalui dukungan teknologi SWIFT.
Hari ini valuta asing dikirim, hari itu juga sampai di negara tujuan. Ini berlaku untuk AS, Kanada, dan Eropa Barat. Disediakan dua jenis layanan, yakni OUR dan BEN. Untuk OUR dana diterima penuh (full amount) oleh penerima di negara tujuan, sedangkan BEN dana yang diterima oleh penerima dipotong biaya oleh bank penerima.
Prosedur mendapatkan layanan tranfer lintas negeri itu pada dasarnya sebagai berikut: membuka rekening di suatu bank syariah dan mengisi aplikasi transfer dan diserahkan kepada teller serta membayar komisi, biaya SWIFT, dan correspondent bank charges (untuk layanan jenis OUR). Produk overseas tansfer ini menggunakan akad Kafalah, karena bank bertindak sebagai penjamin, sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin.
Selain dipraktekkan oleh industri perbankan syariah, akad Kafalah juga dipraktekkan oleh industri asuransi syariah. Akad Kafalah merupakan bentuk penjaminan atau pertanggungan yang biasa dijalankan oleh perusahaan asuransi. Dalam hal ini, pihak penanggung adalah perusahaan asuransi, sedangkan pihak tertanggung adalah nasabah asuransi. Pada praktek asuransi syariah, risiko yang ada pada pihak tertanggung disebar keseluruh tertanggung yang lain oleh perusahaan asuransi. Kafalah atau surat garansi dapat diterbitkan dalam macam-macam bentuk, antara lain sebagai berikut:
Bid Bond
Secara umum bid bond penngertiannya sama dengan penjabaran arti dan makna dari bank garansi. Yakni bank sebagai pihak penjamin mengeluarkan jaminan atas permintaan nasabah untuk kepentingan pemilik proyek agar pengerjaan proyek tadi dapat selesai dengan seksama dan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan di awal.
Performance Bond
Hampir sama dengan bid bond, Performance Bond diberikan bank penjamin atas permintaan nasabah untuk kepentingan pihak pemilik proyek. Permormance Bond lebih ditekankan merujuk pada kinerja pihak yang mengelola proyek. Dengan adanya jaminan ini, pemilik proyek merasa lebih aman dan nyaman karena pengelola bisa lebih dipercaya dan punya jejak rekam kerja yang bagus.
Advance Payment Bond
Garansi ini diterbitkan bank penjamin sebagai jaminan pembayaran di muka atau pembayaran termin oleh pemilik proyek kepada kontraktor (pengelola proyek).
Rentention Bond
Jaminan yang diterbitkan oleh bank atas permintaan nasabah sebagai madhmun lahu untuk kepentingan pemilik proyek yang menjadi mitra kerja nasabah . Ia berkaitan dengan pemeliharaan hasil pekerjaan /proyek sampai batas waktu yang telah diperjanjikan dalam kontak kerja.
Custom Bond
Berkaitan erat dengan penangguhan bea masuk atas barang=-barang impor yang dimintakan penangguhan pembayarannya apanila memnuhi syarat-syarat yang ditetapkan penangguhan pembayarannnya
Selain itu, kafalah juga bisa diterapkan pada penertbitan LC untuk ekspor dan impor produk. Biasanya bersama-sama dengan akad hiwalah dan wakalah. Dengan adanya Kafalah Bil Ujrah atau Letter Of Credit, para pihak terkait bisa nyaman dan leluasa dalam berniaga antarnegara. Kafalah Bil Ujrah ataupun Letter of Credit merupakan dokumen bank yang pada dasarbnya merupakan bentuk dari janji atau komitmen bank kepada pihak ekportir/importir melalui untuk kemudahan pembayaran transaksi transnasional.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Bugha, Musthafa Dib, Buku Pintar Transaksi Syariah: Menjalin Kerjasama Bisnis dan Menyelesaikan Sengketanya Berdasarkan Panduan Islam, April 2010. Hikmah (Mizan Publika) Jakarta.
Al-Qardhawi, Yusuf. Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, 1997. Robbani Press Jakarta.
Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, 2010. Gramata Jakarta.
Bakhri, Mokh Syaiful, Ekonomi Syariah Dalam Sorotan, 2003. Yayasan Amanah – Masyarakat Ekonomi Syariah – Permodalan Nasional Madani Jakarta.
Chamid, Nur. Jejak Langkah dan Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, 2010. Pustaka Pelajar Yogyakarta.
Hakim, Cecep Maskanul, Belajar Mudah Ekonomi Islam: Catatan Kritis terhadap Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia, Juni 2011. Shufuf Banten..
Huda, Nurul dan Mohammad Heykal. Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, Mei 2010. Kencana Jakarta.
Huda, Nurul dkk. Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, 2008. Kencana Jakarta.
Hulwati, Ekonomi Islam: Teori dan Praktiknya dalam Perdagangan Obligasi Syariah di pasar Modal Indonesia dan Malaysia, 2009. Fakultas Syariah IAIN Imam Bonjol Padang-Ciputat Press Group Jakarta.
Nafis, M. Cholil, Teori Hukum Ekonomi Syariah, 2011. UI-Press Jakarta.
Rivai, Veithzal dkk, Islamic Financial Management: Teori, Konsep, dan Aplikasi, September 2010. Ghalia Indonesia Bogor.

Tidak ada komentar: